Selasa, 31 Januari 2012

[PEDIH] Arti Kepedihan

[PEDIH] Arti Kepedihan

Mengapa aku harus merasakan ini?
Kepedihan yang kurasakan saat aku melihat dia dan dirinya kehilangan sosok tercinta?
Di saat aku hendak melupakan sosoknya sesuatu membuatku harus menjaganya seperti janjiku pada diriku dan Tuhan...
Walau sukar rasanya menunjukan janjiku itu pada dia dan dirinya namun itulah janjiku...
Janji yang terucap saat air mata berlinang untuknya dan dirinya...
Wajarkah kepedihan ini ku rasakan saat ku tahu dia tak menyadari sedikitpun sosok ku di sampingnya...
Aku tak meminta lebih darinya hanya kesempatan untuk menjadi kekuatan dalam kepedihannya itu cukup...

Perkenalkan namaku Raissa Safanah... cukup panggil aku Acha tapi jangan Safa. Semua rasa yang tertuang itu adalah semua rasa yang kurasakan saat ini... aku mengenal sosok lelaki yang sangat istimewa. Dulu aku sempat menginginkannya walaupun aku tahu tak mungkin untukku mendapatkannya. Aku sempat bisa melupakan sosoknya dan berpaling pada sosok lainnya tetapi semuanya berubah karena suatu kejadian yang membuatku tak bisa melupakannya dan membuatku ingin menjadi kekuatan baginya, tak hanya baginya tapi bagi adiknya juga. Dan inilah kisahku dengan nya dan kepedihannya...

***

17 Desember 2011

Siang itu sekitar pukul 10.00 aku berada di sekolah. Bukan untuk belajar ataupun mengikuti ujian tetapi aku akan menerima nilai hasil belajarku selama 1 semester di kelas XI IPA 2. Aku duduk di depan bangku kelas XI IPA 1, tempat di mana teman-teman sekelasku sama-sama menunggu orang tua mereka untuk mengambil rapor mereka. Suasana sekitarku nampak riuh, wajar saja saat itu sedang di bagikan kado kepada teman-teman sekelasku yang pada bulann itu berulang tahun –kebiasaan di kelasku- aku sempat heboh sendiri saat memberikan kado, tetapi karena merasa lelah dan kepanasan aku memilih duduk di samping Keke yang masih bercanda-canda dengan teman-teman.

“Huftt...” Aku menghela nafas sambil terduduk di kursi. Aku sempat mengedarkan pandanganku pada sekitar tetapi tiba-tiba pandanganku terhenti ketika melihat sosok cowok yang aku kenal sedang berjalan dengan kedua orang tuanya dan adiknya yang juga adik kelasku.

Aku tersenyum melihat pemandangan itu. Dia bernama Raynald Ekada Prasetya dan adiknya bernama Deva Ekada Prasetya. Mereka berjalan melewati ruang kelasku bersama kedua orang tuanya. Ray, sebutan akrab untuk Raynald nampak menuntun mamanya yang nampak rapuh namun terlihat bahagia dan Deva, sebutan akrab untuk adik Ray nampak menuntun papanya yang sudah lanjut  usia. Mereka berempat menampakan sebuah pemandangan yang indah. Aku sempat iri melihat pemandangan itu. Jarang aku lihat sebuah keluarga yang seakrab itu.

Aku tersenyum bahagia melihat pemandangan itu dan mencoba memberitahukan apa yang aku lihat pada Keke.

“Ke... lihat deh.. Ray sama Deva deket banget sama mama papanya...” kataku sambil menunjuk Ray dan Deva dengan daguku. Keke mencoba melihat apa yang aku tunjukan.

“Ihh iya loh... deket banget...” Keke juga nampak senang.

“Tapi kok orang tuanya kelihatan udah tua ya..” kata Keke polos.

“Wajar lah kan Ray sama Deva juga anak ke 5 sama 6...” kataku.

“Oiya ya.. lupa aku hahahaha...” Keke meringis. Aku hanya membalasnya dengan senyuman dan kembali melihat pemadangan indah itu.

“Ya Tuhan... indah banget keluarga itu... coba aku masih bisa deket sama Ray pasti aku bisa ikut ngerasain betapa senangnya Ray dan Deva saat itu.” Aku tersenyum bahagia melihat hal itu. Sayang rasa yang dulu sempat aku rasakan pada Ray sudah mulai pudar. Tapi sudahlah ini memang yang terbaik. Aku lebih baik melupakan sosok Ray dan tak berharap banyak sosok Ray. Lebih baik aku menanggapnya sebagai seorang teman.

Sedikit kisah tentang rasa cintaku pada sosok Ray. Dulu aku sempat menyimpan rasa suka pada sosok Ray bahkan aku dulu sempat dekat dengannya tetapi karena suatu hal yang dilakukan oleh salah satu temanku aku harus rela menjauh dari Ray dan bersikap cuek pada Ray padahal jujur sesungguhnya aku tak ingin seperti itu tapi apalah di kata ini semua karena keadaan. Dan karena keadaan itu pun aku berusaha melupakan ray.

***

Hari-hari setelah itu aku menjalaninya dengan biasa saja. Tak ada yang istimewa. Namun entah mengapa liburan akhir tahun yang aku lalui pikiranku tertuju pada sosok Ray. Aku selalu teringat oleh Ray. Aneh sekali... tetapi aku masih menganggapnya wajar saja. Maklum lah aku semppat menyukainya dan rasa yang saat ini aku rasakan sangat wajar untuk diriku. Akupun memasrahkan perasaan yang kurasakan.

Hari-hari liburku pun kulalui dengan penuh rasa rindu.

Setelah 3 minggu aku melalui hari libur, akhirnya aku dapat bertemu dengan sosok Ray, tetapi seperti biasa aku tak berani menyapanya bahkan menatapnya sama tak berani aku selalu menanggapnya tak ada. Bodoh  sekali aku ini. Katanya rindu tetapi kenapa aku lemah saat berada di dekatnya. Bodoh kamu Acha!

Aku hanya bisa diam saat berada di dekatnya tetapi jujur hatiku bergejolak saat dekat dengannya. Berulang kali sahabat-sahabatku yang mengetahui rasa sayangku pada Ray menyarankanku untuk bersikap biasa saja padanya tapi entah mengapa sulit bagiku melakukannya.

“Sulit Via... sulit...” adu ku pada Via sahabatku yang juga teman sekelas Ray.

“Ya apa sulitnya sih? Kan kamu Cuma tinggal sapa dia kek.. ajak omong dia kek... jangan cuek gitu...” kata Via.

“Tapi Vi.. keadaannnya udah lain.. dia dulu yang mulai cuek...” kataku.

“Ya kalau kamu juga ikut cuek gak ada ujungnya Cha...” kata Via lagi. Aku menghela nafas panjang.

“Ahhh udah ahh.. lagian aku kan juga mau lupain dia...” kataku.

“Yaelah... yaudah lah.. tapi jangan nyesel loh...” kata Via. Aku hanya tersenyum kecut.

Ahh! Bodoh! Sebenarnya aku mau melupakan  Ray atau tidak sih?! Bodoh!

***

Hari-hari terus berlalu aku berusaha melupakan rasa sukaku pada Ray. Perlahan tapi pasti aku sudah mulai bisa sedikit melupakan rasa sukaku walaupun tak seutuhnya. Sekarang tanggal 21 Januari 2012. Awalnya aku sama sekali tak merasakan hal yang istimewa pada hari itu. Hanya ada satu hal yang istimewa aku sempat kontak mata pada Ray walaupun tak secara langsung dan pada tanggal itu aku bisa lebih dekat walaupun tetap dengan sikap dingin diantara aku dan dia.

Siang itu ada dan Ify sedang menunggu Rio pacar Ify yang sedang rapat OSIS dan di tempat aku menunggu juga ada Ray yang sedang menunggu Deva adiknya bersama Alvin dan Gabriel teman-temannya. Aku dan Ray saling cuek dan aku hanya mengajak berbicara temannya. Aku ingat sekali saat itu aku membicarakan masalah aku yang mengundang Gabriel,Alvin,dan Ray dalam acara yang akan aku adakan sebulan lagi.

Saat itu sempat ada canda diantara aku dan Gabriel tetapi tidak dengan Ray. Tetapi sudahlah toh aku sudah terbiasa.
Aku dan Ify masih menunggu Rio. Aku sempat mencuri pandang pada Ray dan aku merasakan suatu hal yang aneh pada diri Ray. Ada hal yang aneh pada Ray, tetapi apa ya? Aku seakan merasakan senyum yang tersungging saat bercanda dengan teman-temannya itu adalah senyum terakhir yang bisa aku lihat dari sosok Ray.

Ada yang aneh dari Ray. Tetapi apa ya?

Ahh sudah lah  pasti hanya perasaanku saja. Tetapi jujur saat itu aku ingin menghabiskan waktu yang lebih lama dengan Ray. Sayangnya kesempatan itu tak ada aku harus pulang karena Rio sudah selesai rapat dan aku sudah tak ada alasan lagi untuk berada di sekolah. Yasudahlah lagipula semakin lama bersama ray semakin sukar aku melupakannya. Akupun pulang walaupun perasaan aneh tentang Ray masih menyelimuti pikiranku.


***

23 Januari 2012

Dua hari berselang setelah kejadian itu adalah hari Imlek dan hari libur nasional. Satu hari tidak bertemu Ray. Sedikit kangen tetapi aku tak mau itu membuatku galau. Akupun menjalani hari itu dengan biasa saja. Tidak ada yang istimewa. Tetapi hanya ada satu yang mengganjal. Aku sempat berfikir buruk ‘Bagaimana jadinya aku kalau ibuku meninggal’ Tuhan sungguh jahat pikiranku. Tetapi entah mengapa pikiran itu selalu muncul akhir-akhir ini. Ahh sudahlah mungkin hanya pikiranku saja. Akupun membiarkan hal itu. Tetapi tak kusanggka  semuanya terjadi, tetapi bukan padaku. Pada orang lain.

***

24 Januari 2012

Pagi itu tak kurasakan suatu yang aneh, aku nampak biasa saja, cerewet, bawel dan ceria bahkan kurasakan lebih ceria. Hanya satu yang aneh, sudah jam 06.30 tetapi aku belum juga melihat motor Ray terparkir di parkiran yang sama denganku. Tapi mingkin saja Ray terlambat.

Aku menjalani hari ini dengan biasa saja. Setidaknya sampai pada pukul tujuh lewat. Sekitar pukul 7 lewat tiba-tiba terdengar pengumuman yang mengejutkan dari pusat. 2 buah berita duka.

“Telah meninggal dunia orang tua dari Deva Ekada...” aku belum menyadari nama itu aku masih sibuk dengan soal matematika pagi itu.

“Dan Raynald Prasetya...”

...

Aku terdiam. Apa? Siapa? Raynald Prasetya?

“Dan orang tua dari Gita...” pengumuman setelah itu hanya sayup-sayup kudengar.

Bulu kudukku berdiri seketika tangan yang tadinya aku gunakan menulis rumus matematika terhenti. Tanganku membeku.
Jantungku berdebar lebih kencang. Apa ini? Kenapa semuanya terjadi? Gak mungkin Ray.

Seketika mataku mulah perih.

Teman-teman yang mengetahui perasaanku pada Ray langsung menatapku, aku hanya bisa membalasnya dengan tatapan kosong seakan tak percaya.

“Keke... itu....” aku seakan tak percaya.

“Iya... Ray cha... orang tuanya Ray...” kata Acha juga tak percaya.

Aku tak masih shock. Aku tak percaya dengan ini. Kenapa harus Ray... Deva juga? Kakak beradik itu... Oh Tuhan...
Tanpa kusadari air mata mulai jatuh dari pelupuk mataku. Aku buru-buru menyeka air mata itu karena aku tak ingin banyak orang tahu tangisanku, wajar saja ttak banyak orang tahu perkara rasa suka ku pada ray.

Aku... aku... aku... aku tak percaya dengan apa yang ku dengar. Seketika itu juga konsentrasiku pada pelajaran hari itu buyar. Yang ada dalam pikiranku hanya Ray dan Deva. Kenapa ini harus terjadi pada mereka.

“Cha aku ke ruang TU dulu ya... ngurusin kolekte buat Ray sama Gita...” pamit Keke selaku anak OSIS, aku tak menggubris, aku hanya mengangguk pelan.

Kini aku sendiri. Di  selimuti kepedihan atas kabar duka yang di rasakan Ray dan Deva. Aku berusaha menutupi kesedihanku itu.

Aku berjalan perlahan duduk menyebelahi Angel.

Aku menatap mata Angel seakan mengadu kesedihanku.

“Udah jangan sedih... aku juga kaget banget tadi...” kata Angel seakan mengetahui perasaanku.

“Aku gak percaya Ngel... keapa harus Ray dan Deva sih? Aku gak percaya sama ini semua... kenapa? Aku baru aja desember kemarin ngelihat kebersamaan mereka. Betapa indahnya kebersamaan mereka. Ray tuh kelihatan sayang banget sama orang tuanya. Deva juga. Aku seneng waktu itu. Tapi kenapa harus salah satu pergi.. aku gak bisa ngebayangin betapa sedihnya Ray saat itu. Aku gak percaya...” adu ku pada Angel dan air mata mulai berlinang lagi, kali ini aku tak berusaha menyekanya, aku tak perduli dengan tatapan aneh teman-temanku saat melihatku menangis.

“Iya Cha... aku tahu.. aku juga sedih.. waktu itu aku juga sempet kok ngelihat Ray,Deva sama kedua orang tuanya ke gereja bareng waktu natal dan itu indah banget.. aku juga gak percaya... tapi mau gimana lagi? Ini udah takdir kan...” kata Angel mencoba menenangkan.

“Tapi Ngel.. ini gak adil... gak adil...” adu ku lagi.

“Ya aku tahu Cha.. ini memang kelihatan gak adil tapi mau gimana lagi ini udah takdir kan.. dan pasti ini udah hal yang paling adil untuk dia dan adiknya...” kata Angel. Saat itu aku tak bisa menanggapi lebih, aku tak tahu harus berkata apa saat itu. Aku hanya bisa memendam pedihku dan saat itu juga kuputuskan untuk berpuasa untuk mama Ray dan Deva.

Setelah mendengar kabar itu aku tak bisa konsentrasi dengan pelajaranku. Aku hanya melamun dan seakan merasakan kesedihan Ray. Aku tak rela mendengar kenyataan pahit untuk Ray dan Deva. Aku kuatir dengan keadaan Ray.
Aku terus saja melamun saat pelajaran bahkan sampai Keke datang seusai menyebarkan kolekte.

“Aku udah nelpon Ray tadi...” kata Keke sambil duduk di sampingku. Aku kaget dan langsung menatapnya.

“Terus gimana?” tanyaku kuatir.

“Yang meninggal mamanya... kanker...” sontak aku kaget. Mamanya? OH Tuhan... Ray dan Deva kehilangan seorang ibu? Ya Tuhan, semakin perih rasanya hatiku ini. Kehilangan sosok yang telah mengorbankan nyawa kita untuk menghadirkan kita di dunia ini. Seorang ibu.

“Apa? Jadi? Ibunya...?” aku nampak tak percaya.

“Iya.. tapi katanya Ray baik-baik aja kok, jadi kamu tenang aja...” kata Acha. Tenang? Bagaimana aku bisa tenang. Saat ini orang yang aku sayangi sedang merasakan kepedihan karena kehilangan sosok ibu dari hidupnya.

“Aku ke kemar mandi dulu ya...” kataku pada Acha. Akupun langsung bergegegas ke kamar mandi.

Sata di kamar mandi air mata langsung mengucur dari pelupuk mataku.

“Hiks hiks hiks.. kenapa harus Ray sama Deva sih? Ini gak adil.. kenapa mereka harus kehilangan sosok ibu? Sosok yang paling berharga bagi hidup mereka.. aku gak bisa ngebayangin betapa sedihnya Ray sama Deva.. kenapa Tuhan.. hiks.. kenapa harus mereka..” aku tumpahkan semua kepedihanku saat membayangkan kepedihan yang dirasakan oleh Ray dan Deva.

Adilkah ini? Adilkah ini? 23 Januari orang yang aku sayangi harus kehilangan sosok ibu. Jadi firasatku selama ini? Rasa aneh saat melihat Ray terakhir kali dan perasaan sedih saat kehilangan sosok ibu adalah pertanda untuk hal ini? Tapi... kenapa harus mereka? Kenapa?


***

Kekuatiranku membuatku ingin menghubunginya. Setidaknya mengucapkan turut berduka cita. Aku pun teringat bahwa aku tidak mengumpulkan semua hapeku, hanya satu hape yang aku kumpulkan.

“Oiya ! aku harus sms Ray...” aku lantas membuka tasku hendak membuka hape aku tak perduli masih ada guru di dalam kelas dan apa yang ku lakukan sangat beresika karena jika ketahuan aku tak mengumpulkan semua hape maka hapeku akan tersita.

“Astaga bego!!! Aku kan gak nyimpen nomor Ray di hape ini...” umpatku dalam hati. Penyesalan! Kenapa aku tak menyimpan nomor Ray?!

“Oiya... mungkin si Ify punya... dia kan satu kelas waktu kelas X...” aku pun segera memanggil Ify yang duduk di bangku sebrangku.

“Fy... kamu punya nomornya Ray?” tanyaku.

“Walah.. enggak ew... aku udah gak punya, soalnya waktu kelas X semester 2 aku udah gak deket sama Ray...” jawab Ify. Ya Tuhan...

“Emang kenapa ew?” tanya Rio yang mendengar pembicaraanku dengan Ify.

“Aku mau sms dia...” jawabku.

“Walah jangan kalau menurutku...” kata Rio.

“Loh kenapa?” tanyaku.

“Yaa.. gak enak lah... dia kan  lagi berduka... mendingan dateng langsung aja dari pada sms...” kata Rio.

“Haa? Tapi...” pikirku. Benar juga sih kata Rio. Lebih baik aku datang langsung saja.

“Bener juga sih... yaudah kalau gitu. Tapi nanti temenin yaa.. sekalian sama di Dea sama Ify...” ajakku.

“Walah jauh banget.. lagian aku gak tahu rumahnya...” kata Rio.

“Halah.. gampang masalah itu... kita bisa tanya sama temennya kan.. lagian rumah Dea kan deket-deket situ...” bujukku.

“Hmmm.. yaudah deh... sekalian ngucapin duka cita...” kata Rio. Akupun tersenyum. Mereka  memang sahabat-sahabatku.

***

Siang ini, sepulang sekolah seperti rencanaku dengan Rio,Dea dan Ify. Aku akan mengunjungi rumah Ray dan Deva.

“Gimana jadi gak?” tanyaku lemas. Maklum saja sepanjang hari aku melamun saja dan hari ini aku juga berpuasa untuk ikut mendoakan arwah mama Ray.

“Ya ayo.. tapi aku gak tahu tempatnya...” kata Rio.

“Gimana kalau kita bareng sama teman-temannya dia waktu kelas X... kayaknya mereka juga mau jenguk....” usul Ify.
Apa teman Ray sewaktu kelas X? Mustahil. Mereka nampak tak menerima kedekatanku dengan Ray. Mana mungkin. Aku pasti akan menjadi bahan pembicaraa bagi mereka.

“Haa? Sama mereka? Serius? Tapi kan...” kataku ragu.

“Ya mau gimana lagi Cha? Kita gak tahu rumahnya...” kata Rio.

“Bener kata Rio.. aku memag tahu daerahnya tapi kalau rumahnya aku gak tahu pasti.. daripada nyasar...” kata Dea.
Aku mencoba berfikir. Aku tidak boleh egois. Bagaimanapun tujuanku baik untuk mengetahui keadaan Ray dan Deva. Tidak perduli apa kata teman-temannya nanti yang penting aku tahu keadaan Ray.

“Yaudahlah.. toh tujuanku baik... demi Ray dan Deva...” kata ku. Akhirnya aku,Rio,Dea dan Ify ikut rombongan teman-teman Ray sewaktu kelas X. Aku memendam rasa malu, takut dan egoisku waktu itu. Yang penting sekarang aku tahu secara langsung keadaan Ray dan Deva.

***

Aku dan rombongan menempuh perjalanan yang cukup jauh. Saat itu cukup panas dan aku harus mengendarai motor bersama Dea. Aku tak perduli rasa panas dan perjalanan yang jauh. Aku lakukan ini demi Ray dan Deva. Setelah perjalanan yang cukup jauh dan sempat tersasar. Akhirnya kita tiba juga. Di sana suasana duka sangat menyelimuti sebuah rumah sederhana yang di kelilingi pepohonan cukup lebat.

Mengerikan. Itulah kesan pertama yang ku rasakan. Tapi aku tak perduli. Tujuanku hanya satu. Mengunjungi Ray dan Deva.

Aku turun dari motor. Dari jauh ku lihat sosok Ray menyambut datangnya rombongan kami. Ku pikir dia tak menyangka kedatanganku.

Ku lihat dari kejauhan pancaran wajahnya penuh duka. Mungkin dia mencoba tegar, tapi kita tidak bisa memungkiri kesedihan yang terlihat di wajah Ray. Tak hanya ray yang ku lihat ada sosok Deva yang juga nampak sedih saat itu. Ya Tuhan, aku seakan ingin menangis melihat mereka. Ya Tuhan...

Aku berusaha mengendalikan perasaanku saat itu. Aku berjalan dan mendekati Ray. Aku menyalaminya dan lagi-lagi aku memasang wajah dingin. BODOH! Kenapa di saat seperti ini aku masih saja bersikap seperti ini?! ARGH!!! Kenapa?! Bahkan aku tak sempat menyalami Deva, aku hanya melihat sosoknya yang nampak kehilangan. BODOH! Aku bodoh. Tapi sudahlah semuanya sudah terlanjur. Akupun memasuki ruangan dimana jenazah mama Ray di doakan. Dari luar aku mendoakan dengan sepenuh hati. Dan dalam doa ku aku sematkan janji untuk selalu menjaga Ray dan Deva. Aku berjanji pada waktu itu untuk selalu menjaga Ray dan Deva. Dan ku pinta izin darimu Tuhan. Ijinkanlah aku tuk jadi kekuatan bagi Ray dan Deva.

Dengan tanda salib aku akhiri doaku ini. Aku sempat berdiri terpaku disekeliling teman-teman yang juga mendoakan mama Ray dan Deva. Aku mengedarkan pandanganku di sekeliling rumah Ray dan Deva. Pandanganku terhenti saat melihat foto keluarga tergantung manis di dinding yang mengelilingi peti jenazah.

“Ya Tuhan... betapa bahagianya Ray dan Deva dalam foto itu.. lengkap dengan kakak-kakaknya dan kedua orang tuanya... tapi sekarang semuanya sudah berakhir... mereka kehilangan satu diantara mereka. Seorang Ibu telah pergi dari hidup mereka...” batinku pedih. Nyaris aku titihkan air mata tapi aku coba kendalikan itu karena aku tak ingin orang lain curiga dengan sikapku. Tak ingin berlama-lama dan semakin sedih, akupun melangkah menjauh dari tempat itu. Saat aku hendak menjauh aku dengar suatu kata yang tak kusangka muncul dari sosok Ray.

“Iya bu... ini udah yang terbaik buat mama. Ini lebih baik...” dengan tegar Ray mengucapkan itu pada salah satu guru yang ikut rombonganku. Aku terenyuh. Begitu tegarnya Ray saat itu.

Ray saja bisa tegar kenapa aku tak bisa? Tuhan kenapa aku harus merasakan kepedihan ini juga...

Aku dan rombonganku duduk-duduk sebentar di rumah Ray, sekedar menghibur sosok Ray. Aku memang melihat Ray tertawa tetapi tawanya tak seperti biasa. Itu wajar untukku. Ray dalam kepedihan.

Pada kesempatan saat itu juga aku tidak sanggup untuk berbicara pada Ray. Bodoh sekali aku ini?! Itu kesempatan yang indah seharusnya tetapi kenapa susah kugunakan?! Aku hanya bisa melihatnya dari mata hatiku.

Sempat kuketahui kalau jenazah mamaya akan di makamkan pada hari kamis. Hanya itu yang aku tahu. Aku memang bodoh! Bodoh!

***

Keesokan harinya Ray dan Deva belum masuk juga, aku masih mewajarinya, mungkin Ray dan Deva ingin menghabiskan hari-hari terakhir dengan mamanya. Sepajang hari aku masih saja merasakan kepedihan di hatiku, bahkan tadi malam aku kembali menangis merasakan kepedihan Ray dan Deva.

Hari itu juga aku tahu bahwa mama Ray dan Deva akan di semayamkan di kampung halaman mereka. Mengetahui hal itu, entah mengapa perasaanku menjadi tak enak. Aku takut Ray tak akan kembali dan aku akan kehilangan Ray. Tuhan... jangan Tuhan... aku tak ingin kehilangan sosok Ray. Masih ada satu janjiku pada diriku dan padaMu Tuhan. Janji tuk menjadi kekuatan bagi Ray dan Deva. Ijinkan aku menjadi kekuatan bagi mereka.

Hari-hari kulalui dengan perasaan takut. Besoknya hari Kamis, hari terkahir Ray dan Deva bersama mamanya. Aku semakin sedih. Dan pada hari itu juga aku mendatkan sebuah kenyataan bahwa Ray tak ada di samping Mamanya saat-saat terakhir mamanya. Aku semakin merasakan kepedihan dan penyesalan dalam diri Ray.

Sejak saat itu aku menjadi sering melamun dan sering menangis. Di tambah lagi Ray belum masuk-masuk juga. Aku rindu pada sosoknya. Aku takut tak bisa bertemu dengannya lagi.

***

28 Januari 2012
Tanpa kusangka, saat aku hendak memarkirkan motorku, aku sudah melihat motor Ray terparkir di sana. Hatiku terlonjak bahagia.

Puji Tuhan dia sudah masuk... Terima Kasih Tuhan...

Dengan bergegas aku menuju kelasku dengan bahagia. Aku meletakan tasku dan bergegas menuju kelas Ray dengan alibi menemui Via yang kebetulan sekelas dengan Ray.

Aku memasuki kelas Via dan kulihat sudah ada Ray. Bahagia rasanya melihat Ray. Walaupun pancaran wajahnya masih menunjukan kesedihan tetapi sudahlah mungkin semuanya butuh waktu... yang penting aku sudah melihat sosok Ray. Yang jelas aku akan terus menepati janjiku aku akan menjaga Ray dan Deva. Aku tak akan meminta lebih dari Ray, hanya sebuah kesempatan untuk bisa selalu ada saat dia pedih saja sudah cukup. Dan Tuhan.. Ijinkan aku tuk jadi kekuatan bagi Ray dan Deva.

Satu hal lagi... ada satu pelajaran penting dari kisah ini... jangan pernah menyia-nyiakan kasih sayang seorang ibu karena kita tak akan tahu apa yang akan terjadi padanya suatu saat nanti... sejak saat itulah aku semakin menjaga ibuku demi Ray dan Deva, demi membalas penyesalan Ray dan Deva.

_END_

special for @anasthasia cindya @faustina monika @yohanes hendry @clara kristina @veronica ratih @elyza krisnasari @albertus hestu :D

Minggu, 22 Januari 2012

Missing You [CCC Girls]

Missing You by: CCC girls (Feby Marcelia, Aelke Mariska, Eriska Rein, Zaneta Georgina)


http://www.youtube.com/watch?v=Bsd8H27X9kg




dulu aku tinggalkanmu
dulu aku lupakanmu
dan aku berpaling untuknya

maaf sayang ku tak tahu
betapa kau cinta aku
kini ku sadari ku salah
please baby come back

baby i’m missing you lately
missing you here with me
never let you go away
don’t wanna lose you again

baby tataplah mataku
coba rasakan cintaku
ku berjanji kan selalu setia
bersama selamanya

aku kan selalu di sini
menunggu kau kembali
ku tak akan berpaling
tulus ku berjanji

baby i’m missing you lately
missing you here with me
never let you go away
don’t wanna lose you again

oh baby baby tak akan lagi
kau lihat diriku dulu
kini ku kan selalu di sisi
bersamamu sampai akhir

baby i’m missing you lately
missing you here with me
never let you go away
don’t wanna lose you again

baby i’m missing you lately
missing you here with me
never let you go away don’t wanna lose you again
don’t wanna lose you again
don’t wanna lose you again




postingby:@dysarasw














Minggu, 15 Januari 2012

Kuingin Engkau Mati Saja -Souljah-

baby, we're good friends for so long
kau bilang sayang entah benar atau bohong
bilang rindu and all of your feelings
do you really really mean all of those things

saat ku akan berikan cintaku
you're changing, who the hell are you?
apa maksudmu hancurkan harapanku
are you happy breakin my heart in two

* demi dirinya kau biarkan ku menangis
demi dirinya kau biarkan ku menanti
dan kau tak kan bisa lari
karna ku ingin kau mati

Reff : ku ingin kau mati saja ku ingin kau pergi saja
ku tak akan menunggu, tak lagi harapkanmu
ku ingin kau mati saja ku ingin kau pergi saja
ku tak akan menunggu, tak lagi harapkanmu

Di malam ini ku yakin, kau bersama orang lain
Semua ucapanmu kini bagai sebuah angin lalu
Kau bilang padaku butuh diriku tuk di sampingmu
Tapi kenyataanya kau tak ada di sisiku
Sudah lupakan, lupakan saja semua cerita
Yang terjalin, terjalin di antara kita
Tak sanggup lagi diriku untuk berkata-kata
Karna ku ingin, kuingin kau mati saja

back to *, back to reff

Kepompong -lirik-

 Kepompong

dulu kita sahabat
teman begitu hangat
mengalahkan sinar mentari
*courtesy of LirikLaguIndonesia.net
dulu kita sahabat
berteman bagai ulat
berharap jadi kupu-kupu
* kini kita melangkah berjauh-jauhan
kau jauhi diriku karna sesuatu
mungkin ku terlalu bertindak kejauhan
namun itu karna ku sayang
reff:
persahabatan bagai kepompong
mengubah ulat menjadi kupu-kupu
persahabatan bagai kepompong
hal yang tak mudah berubah jadi indah
persahabatan bagai kepompong
maklumi teman hadapi perbedaan
persahabatan bagai kepompong
na na na na na na na na na
semua yang berlalu
biarkanlah berlalu
seperti hangatnya mentari
siang berganti malam
sembunyikan sinarnya
hingga ia bersinar lagi
** dulu kita melangkah berjauh-jauhan
kau jauhi diriku karna sesuatu
mungkin ku terlalu bertindak kejauhan
namun itu karna ku sayang
repeat reff

P***** just Bullshit friendship

what the hell!
arghh i hate friendship!
why?
because this >>>> P*****
what the hell god?
awalnya aku seneng banget tuh sama persahabatan itu..
tapi kenapa akhirnya aku malah benci banget ya sama persahabatan itu?
what the...
kemana tuh janji persahabatan yang dulu?
kemana tuh kata-kata manis persahabatan...
cuma karena masalah kecil..
semuanya berantakan..
bukannya persahabatan itu harus saling ngerti ya?
bukannya persahabtan itu harus saling memahami ya?
tapi ini? ahh shit banget tuh...
gak ada tuh saling ngerti adanya cuma kemunafikan dan kebohongan...
semuanya tuh cuma semu!
semuanya tuh cuma pura-pura ...
gak ada yang namanya be your self yang ada be our self!
wth banget gak sih?
sekarang yang aku rasain cuma kasa kecewa dan benci sama semua yang ada di sekitaku..
aku udah gak nyaman lagi...
aku udah males lagiahh..
what the fuck dengan yang namanya persahabatan!
semuanya semu!!
P***** just bullshit friendship!!!


*sorrykalaufrontal

Rabu, 11 Januari 2012

seven star? Just Bullshit ?!

seven star?
harusnya itu indah loh buat aku...
memiliki 6 sahabat yang... wauw bisa di bilang itu mengasikkan...

yang namannya sahabat harusnya kan saling mengerti dan memahami kan ?
tapi kenapa ini enggak ya?
merasa persahabatan itu just fuck doang tau gak sih...

persahabatan yang di sertai cinta? FUCK banget itu...
sebenernya ini bukan buat aku atau tentang aku lebih tepatnya ini tentang sahabatku yang bisa di bilang, aku sayang sama dia... buat aku dia orang pertama yang bisa aku bilang sahabat...
sosoknya yang cuek dan dewasa bisa buat aku merasa nyaman sama dia walaupun terkadang aku takut di deketnya dia kalau dia lagi emosi, but this is friendship guys...

kenapa aku nulis ini?
karena aku sayang sama sahabatku ini...

dulu dia pernah merasakan sakit lalu yang lain datang tapi... dia datang untuk menabah rasa sakit kemudian...
awalnya dia datang pada sahabatkuitu dengan ribuan kata-kata manis... bahkan padaku dia juga berlaku manis hingga aku bisa berkata bahwa dia lelaki yang pantas untuk sahabatku... tetapi??
ujungnya...
bukan hanya aku yang harus bermasalah dengannya... bahkan kini sahabatku merasakan sebuah sakit yang mendalam karena dia... aku kecewa pada lelaki itu... dia hanya mempermainkan sahabatku dengan seenaknya... di mana kata-kata manisnya yangt dulu...
kini karena dirinya aku merasa kehilangan keceriaan dari sahabatku itu...
hanya karena sesosok lelaki yantg ku pikir dia tak penting bisa membuat sahabatku merasakan sakit lagi...
seharusnya jika kita memang sahabat atau teman bukankah dia bisa mengerti perasaan sahabatku itu dan tak menyakitinya?

tak hanya lelaki itu saja... mereka yang lainpun perlahan menghilang dari pandangan ku walaupun mereka masih berada di sekitarku... mungkin aku pernah melakukan kesalahan.. tetapi apa wajar jika hanya sebuah kesalahan membuat sebuah persahabtan yang dulu kubanggakan menjadi pecah? di mana pengertian mereka ? ?


so guys? harus aku sebut apa persahabatan ku ini? Just Bullshit?!
aku hanya merasa persahabatan itu tak ada... JUST BULLSHIT!

Rabu, 21 Desember 2011

7 Bintang -This is Our Friendship-

7 bintang


7 bintang, ini adalah sebuah kisah tentang persahabatan 6 orang dengan sifat dan kepribadian yang berbeda. Kenapa enam? Karena satu diantaranya mungkin tak terlalu mencolok.

 Mendengar kata persahabatan, mungkin kebanyak orang berfikir mereka berenam sudah saling mengenal cukup lama, tetapi tidak untuk mereka. Mereka berenam baru mengenal satu sama lain selama 2 bulan walaupun 2 diantaranya sudah saling mengenal dan 2 diantaranya lagi juga sudah saling mengenal bahkan ada yang sudah saling mengenal sejak kecil tetapi 2 bulan itu sudah bisa membuat mereka menjadi sahabat. 7 bintang terdiri dari Arean, Acha, Bima, Putra, Pater, Prada dan ...

Pertama Arean atau lebih sering di panggil Rean. Dia adalah sosok cewek yang moody-an. Dia itu cewek yang bisa di bilang cewek galau of the year kenapa gitu? Itu bakalan kalian tahu dalam cerita ini. Kalau dia lagi galau dia lebih milih dengerin musik kenceng-kenceng dari Bbnya dan dia juga seneng baca novel horor dan membuat beberapa cerita sesuai pengalamannya. Arean belum pernah pacaran sejak lahir.

Selanjutnya Acha. Dia adalah sosok cewek yang dewasa walaupun terkadang dia gak bisa bersikap dewasa saat dia sedang dilanda masalah pribadi terutama masalah percintaan. Acha bisa di bilang susah melupakan kenangan masa lalunya, walaupun sebenernya Acha itu bukan tipe cewek yang selalu melihat ke masa lalu. Acha adalah orang yang sudah kenal dengan Arean sejak kelas X tapi baru saat kelas XI ini mereka dekat. Yang istimewa dari Acha. Dia adalah cewek INDIGO dan tarot reader.

Selanjutnya Bima. Sosok cowok songong dan susah di tebak kepribadiannya. Bima itu sebenarnya sosok cowok yang dewasa tetapi terkadang sikap songongnya itu yang membuat beberapa dari mereka bingung. Bima dan Acha seperti sepasang anak manusia yang di takdirkan bertemu. Mengapa? Semua ada dalam cerita ini.

Selanjutnya Putra. Sosok cowok konyol dan penggembira diantara 6 bintang. Putra adalah satu-satunya orang yang bisa membuat Arean tersenyum disaat Arean bener-bener nangis. Putra itu selalu saja dianggap adik oleh Arean karena Putra itu menyenangkan buat Arean dan selalu ngambek kayak anak kecil. Putra sama dengan Arean, sama-sama belum pernah pacaran.

Selanjutnya Pater. Dia sosok cowok yang paling dewasa dan paling bisa mengerti diantara 5 sahabatnya yang lain. Pater itu sosok yang cuek dan bisa selalau menganggap santai hidupnya, Pater adalah tipikel cowok bebas dan santai. Satu hal yang penting. Sosok Pater adalah sosok yang menarik untuk Arean.

Selanjutnya Prada. Dia adalah sosok cowok yang selalu mencoba mendewasakan dirinya tetapi dia tidak pernah dianggap dewasa oleh Arean. Prada itu cowok yang teralalu polos makanya dia di bilang baik. Prada mempunyai satu kesalahan kecil yang membuat Arean ilfil sama dia.

Terakhir... dia adalah bintang yang tak terlihat karena bintang itu sudah di ambil oleh bulan yang dapat bersinar hanya karena cahaya bintang itu.

Dan persahabatan mereka di mulai sejak mereka duduk di kelas XI IPA 2.
Inilah kisah hidup mereka...

siang ini di kelas XI IPA 2 terisi oleh jam kosong. Namanya juga jam kosong pasti kelas berasa ramai banget. Keramaian itu nyata terlihat saat seorang cowok sedang mengerjai seorang cewek.

“Bima! Balikin tasku!” teriak gadis itu sambil mengejar cowok yang dia sebuat Bima.

“Hahahaha... ogah ahh...” tolak Bima masih membawa lari tas cewek itu. Terjadilah saling kejar diantara mereka.

“Arghhh!!! BIMA!!!” cewek itu nampak kesal walaupun kekesalannya itu tercampur tertawa.

“Ckckckck... lihat tuh si Acha sama Bima, kayak film india aja...” komentar seorang cewek sambil melepaskan headsetnya pada sosok cowok tambun yang duduk di depannya.

“Hahahaha... mboh kae... tep dadi nek kui...” kata cowok tambun itu.

Cewek yang dikerjain itu ternyata adalah Acha. Dan Acha masih saja kejar-kejaran dengan Bima.

“Rean bantuin aku donk...” kata Acha pada cewek yang tadi berkomentar. Dia adalah Arean atau Rean.

“Hahahaha.. bantuin gimana coba?” rean malah berbalik tanya.

“Huaaa... Rean...” rintih Acha sudah lelah mengajar Bima.

“Yaudah kamu minta tolong sama Prada aja... hahaha..” goda Rean.

“Oiya...” kata Acha.

“Prada!!!” Acha berteriak melengking memanggil sosok Prada. Prada yang duduk di pojokan sambil kaskus-an langsung mendongakkan kepalanya.

“Kenapa? Cha?” tanya Prada.

“Bantuin aku Prada...” pinta Acha melas.

“Ahhh apa itu minta tolong orang... kejar sendiri donk Cha...” cibir Bima sambil berkacak pinggang. Mendengar cibiran Bima, Acha menatap bima sebel sambil berkacak pinggang juga.

“Ya makanya balikin donk Bim... aku udah capek.. balikin tas ku...” pinta Acha.

“ogah deh...” tolak Bima. Sejurus kemudian Bima malah menaiki meja yang berada di bawah AC dan langsung meletakan tas Acha diatas AC.

“HUAAA!! BIMA!! Tasku!” lengkingan suara Acha menggelegar dan seisi kelas semakin tertuju pada dia.

“Buset si Acha...” komentar Yeski salah satu teman sekelas Acha.

“Udah bim balikin aja tasnya Acha... kasihan tuh mukanya udah merah kayak tomat...” Rean mulai memberikan pembelaan atas Acha.

“Biarin toh.. biar dia suru ambil sendiri...” kata Bima.

“Yaampun mana mungkin dia manjat situ... dia kan pakek rok lagian gak nyampek juga kali...” kata Rean.

“Ya biarin.. hahaha...” kata Bima. Rean hanya bisa geleng-geleng.

“Prada tolongin aku donk...” pinta Acha pada Prada.

“Iya-iya aku tolongin..” kata Prada beranjak dari duduknya.

Prada berjalan dan langsung mengambil tas Acha dan memberikannya pada Acha.

“Nie tas mu..” kata Prada. Wajah Acha langsung berbinar.

“Hahahaha... makasih Prada...” kata Acha senang.

“Iyo sama-sama...” kata Prada.

“Wahhh gak asik...” kata Bima kecewa.

“Wekk sukurin...” kata Acha memeletkan lidahnya.

Rean dan Putra hanya bisa cekikikan melihat tingkah konyol Acha dan Bima.

‘Tep dadi nek kui’ fikir mereka.
Ini bukan awal...

***

“Cha besok jadi ngerjain tugas biologi di rumahmu?” tanya Rean sesaat setelah bel tanda istirahat di bunyikan.

“ya tanya sama yang lain aja... si Bima,Putra,Prada sama Pater pada bisa gak ?” Acha malah balik bertanya.

“Kayanya sih bisa... kalau gak bisa ya udah gak usah di masukin namanya aja dalam kelompok...” kata Rean.

“Ya jangan gitu lahh.. kasihan mereka...” kata Acha. Rean menghela nafas.

“yaudah deh nanti aku tanyain.. yang jelas besok sediain maka yang banyak loh...hahahhaa..” kata Rean.

“Liat aja besok..” kata Acha.

“Yahh tukan... kejem banget ew...” kata rean manyun.

“Hahahaha.. udah ahh.. lihat besok ajaa..” kata Acha.

“Udah yuk ke kantin ajaa...” ajak Acha langsung menarik Rean. Rean pun menurut saja.

***

Keesokan harinya. Kebetulan hari itu hari libur. Sesuai dengan pembicaraan singkat Rean dan Acha tentang kerja kelompok Biologi. Hari ini Rean, Bima, Putra, Pater dan Prada datang ke rumah Acha.

“Achaaaaaaa....” Rean berteriak kecil di depan rumah Acha.

tak lama Acha muncul dam membuka pintu gerbang.

“Elahh.. udah dateng toh...” kata Acha sambil membuka gerbang. Setelah itu mereka semuapun memasuki rumah Acha.

...

@rumahAcha

“duduk dulu deh...” Acha mempersilahkan mereka duduk. Mereka semuapun duduk.

“Mulai sekarang aja deh Cha...” usul Rean sambil mengeluarkan laptopnya.

“Yaudah...” kata Acha. “Udah pada bawa bahannya kan?” tanya Acha.

“Nie di flashdisk...” kata Bima santai sambil memberikan flashdisknya.

“Kalau aku di hape...” kata Putra.

“Wesemeleh... di hape? Terus kamu bawa kabel data gak?” tanya Rean.

“Enggak..” jawab Putra polos. Rean hanya menepuk jidat.

“Udah gampang... kabel data BB sama Nokia sama kan? Nanti pakek kabel data Nokiaku ajaa...” kata Acha.

“yaudah deh...” kata Rean pasrah.

“Nah terus kamu Da? Bawa gak?” tanya Acha ke Prada.

“Hehehehehe... ketinggalan...” kata Prada cengar-cengir.

“Huaduhh? Parahh dah.. mendingan aku deh...” kata Putra songong. Rean hanya menatap sakratis pada Putra.

“Yaa maaf... abisnya pada gak ingetin seh...” kata Prada melakukan pembelaan.

“Yaelah nie anakk ngelawak yak... namannya juga mau kerja kelompok ngapain pakek diingetin.. dodol banget ew...” kata Bima.

“Ya maaf ...” kata Prada menyesal.

“Sudah sudah... kan ada internet bisa cari dari mbah google kan...” Acha memberi solusi.

“Nahh itu dia.. ada internet jadi gak usah kawatir ...” kata Prada senang. Bima menyeringai.

“Yaudah yuk mulai sekarang ajaa.. masak kita gak mulai-mulai sih...” kata Pater.

“Iya nie.. tapi jangan lupa nyalakan musik yak...” kata Rean tersenyum lebar.

“Okokok...” kata Acha. Akhirnya merekapun memulai kerja kelompok biologi. Niatnya sih mau serius ngerjain tapi namannya juga anak SMA kalau udah di sodoron laptop plus modem pasti bukan jejaring social deh. Dan banar saja, baru beberapa jam mengerjakan mereka sudah membuka account facebook mereka secara bergantian menggunakan laptop dan modem Acha. Akhirnya sebagian besar waktu mereka di habiskan dengan membuka facebook dan bercanda-canda ala mereka berenam.

***

Sudah sekitar 2 jam mereka berkutat dengan laptop walaupun sebenrnya hanya sekitar 30 menit waktu mereka gunakan untuk membuat tugas elompok biologi mereka dan sisanya, tau sendiri lah... xixixixi...

Setelah 2 jam mama Acha menawarkan makan untuk mereka semua. Semangkok soto sadang untuk satu orang membuat mereka tergiur dan menghentikan kerja mereka.

Dengan bantuan Acha dan Rean 6 mangkok soto sadar sudah tersedia di meja ruang tamu di mana mereka mengerjakan tugas biologi tadi.

“Soto datang guys...” kata Rean sambil membawa 4 mangkok soto sadang di atas nampan.

“Ayoo makan dulu...” Acha berjalan di belakang Rean dengan 3 mangkok soto sadang lainnya di atas nampan.
“Waduhhh... makan gratis nie... yummy...” mulailah keluar sifat kocak Prada.

“Hahaha.. tau aja nie kalau lagi laper...” kata Pater yang langsung berpaling dari komputer dengan wjaah mupeng. Namanya juga anak kos begitulah sifatnya.

“Wahh kok ngerepotin ew...” kata Bima senggan.

“Halah Bim Bim... sok malu-malu ew... kamu juga laper kann..” goda Rean sambil melepatakan nampan berisi 4 mangkok soto sadang.

“Iya nie Bim... laper bilang aja...” tambah Acha. Bima hanya tersenyum malu-malu.

“Oiya kalian mau makan di luar atau di sini?” tanya Acha. Di luar itu maksudnya di kursi yang berada di teras luar rumah Acha.

“Hmm.. di luar ajaa deh... kayaknya enak..” kata Putra sambil memandang luaryang dimaksud Acha.

“Yaudah kalau gitu kalian bawa sendiri sotonya ke sana...” kata Acha.

“Kita makan sini aja ya Cha.. lagian kita masih cari tugas kan? Tadi sih malah banyakan OL...hahaha...” kata Rean.

“Okedeh...” kata Acha.

“yaudah kita di luar yaa...” kata Bima mengambil soto sadangnya dan pergi keluar diikuti Prada, Putra dan Pater.

Merekapun makan

Acha dan rean makan sambil sesekali mencari data di mbah google.

Tapi entah mengapa Acha yang memegang kendali komputer membuka tab Facebook dan muncullah account facebook Pater yang belum di log out.

“Ehh ini Fbnya Pater belum di log out...” kata Acha. Rean yang tadinya hendak menyuapkan soto sadang ke mulutnya mengalihkan pandangannya ke layar komputer dan meletakan sendoknya ke mangkok.

“Serius kamu...” rean nampak tak percaya dan sesaat kemudian mereka saling berpandangan. Mereka seakan satu pikiran.
KITA HACK!

Merekapun menyunggingkan senyum licik. Sesaat kemudian kendali komputer itu berada di tangan mereka berdua. Dan mulailah rencana konyol dan licik mereka.

“eh eh... si Magda OL.. kerjain yuk...” usul Acha.

“Ha? Serius kamu? Kita kerjain pakek Fbnya Pater?” Rean tak percaya.

“Iya lah.. aku mau lihat gimana dia? Nanggepin gak? Kalau nanggepin berarti dia gak serius sama Erick.. dan dia bakalan bermasalah lagi sama gue ...” kata Acha. Magda adalah musuh Acha. Bukan musuh tapi hanya seoarang cewek yang mampu membuat sosok dewasa Acha membencinya. Entah mengapa Acha sangat membenci Magda terlebih setelah Magda memikat Erick sahabat Acha sekaligus orang yang pernah menyukai Acha. Ini bukan berarti Acha cemburu, Acha hanya tidak suka ada cewek yang mempermainkan sahabatnya, Erick adalah sahabatnya.

“Ya udah sih.. terserah kamu...” kata Rean menurut saja. Akhirnya mulailah rencana konyol.

Mereka berdua terlarut dalam rencana konyol mereka. Mereka tertawa terkikik. Tapi tawa mereka tak cukup membuat Pater dan yang lain sadar atas kekonyolan yang di lakukan oleh Rean dan Acha sampai rean memanggil Putra untuk ikut ke dalam kekonyolan mereka berdua.

“Putra sini deh!” panggil rean dengan sisa-sisa tawanya.

“Ngapain?” tanya Putra yang sudah selesai makan. Sebenarnya mereka berempat sudah selesai makan tetapi mereka memilih ngobrol-ngobrol ala “PRIA” dulu.

“Udah deh sini aja...” Acha ikut memanggil dengan tawa.

Putra merasa penasaran dan diapun mendekat ke arah Rean dan Acha.

“Apa sih?” tanya Putra penasaran.

“Lihat deh...” Acha menunjukan layar komputernya. Seketika Putra kaget dan tertawa.

“Huahahaha... gila kalian.. serius nie?” tanya Putra tertawa konyol.

“hahahahahaha... si Acha nie...” kata Rean tertawa terbahak-bahak. Mereka bertigapun tertawa. Tawa mereka membuat Bima, Prada dan Pater penasaran.

“Kenapa sih?” tanya Bima dari teras depan.

“Pater loe lupa log out FB ya?” kata Acha sambil tertawa. Perkataan Acha membuat Oatra sontak kaget dan langsung berlari panik. Pater langsung melihat ke layar komputer.

“A*U!” umpat Pater kaget. Umpatan Pater itu bukan berarti marah dia hanya geli dengan tingkah konyol temannya.

“Huahahahahaha!” Prada dan Bima tertawa terbahak0bahak melihat facebook Pater yang di hack.

“Bajing** opo iki?!” protes Pater.

“Kita hack Tra.. abisnya kamu FB gak di log out...” kata Rean tanpa rasa bersalah.

“Asemm!! Kurang gawean ew...” kata Pater.

“Iki opo neh?” tanya Pater lagi saat melihat chat dari Magda. Rean dan Acha hanya membisu dan menahan tawa. Pater pun membuka chat itu dan dia tersentak kaget melihat chattingan mereka yang di perankan oleh Rean dan Acha.

“Hahahaha.. apik banget Tra... modyar kwe... diundang akang... hahahaha..” ejak Bima.

“Asenk piye kie... nek Erick ngerti piye jal, mengko aku di kiro ngerebut bojone?” protes Pater bingung.

“Wes santai aja.. mana tak bales aja chatnya.” Kata Bima langsung mengambil alih komputer.

Di tangan Bima dari chattingan yang berisi godaan rean dan Acha atas nama Pater langsung berubah dan teratasi hanya di dengan chat yang di tulis Bima “Di Hacktimu...”

“Udah kan...” kata Bima.

“Hahahahaha... asem tenan og...” kata Pater sedikit lega.

“Makannya Tra kalau buka FB di laptop orang di log out dulu.. huahahahahahhaa...” kata Rean. Semuanyapun tertawa bersama dan Pater hanya bisa manyun dan mulai terlarut dalam candaan lain yang dilontarkan oleh mereka semua. Begitulah keakraban mereka. Hangat dan menyengangkan.

***

Persahabatan 6 bintang sangatlah hangat. Mereka lebih sering menghabiskan waktu bersama di sekolah walaupun mereka terhitung jarang untuk pergi di luar bersama. Persahabatan mereka nampak cuek tapi sebenarnya mereka saling perduli. Mereka acuh tak acuh tapi mereka perduli terlebih saat mereka bersama, sungguh terasa hangat dan itu sangat di rasakan oleh rean. Reanlah yang merasa paling nyaman dengan persahabatan mereka bagi Rean mereka adalah hal terindah di dunia. Sebuah persahabatan yang di rindukan oleh Rean.

Suatu hari kehangatan persahabatan mereka semakin nyata.

Seusai acara nobar bersama kelas mereka di Movie box, Acha mengajak Bima, rean, Pater, Putra dan Prada untuk makan malam bersama mereka. Tidak hanya mereka yang di ajak oleh Acha tetapi ada Erick sahabat Acha sejak kelas 1 sekaligus teman Rean sejak kelas 1.

Tetapi di karenakan Putra harus segera pulang, Putra absen dan tidak bisa ikut.

Sebelum mereka ke rumah Acha, mereka harus menunggu di depan movie box untuk menunggu Prada yang harus mengambil sesuatu di kosnya dan manunggu Erick yang harus mengantarkan Magda pulang karena sangtlah tak mungkin Acha mengajak Magda.

Tinggallah Acha, Bima, Rean dan Pater di depan movie box. Mereka berempat sempat bingung mau melakukan apa. Pater hanya diam, rean membeli pancake dan sisanya. Siapalagi kalau bukan Bima dan Acha dan iasanya nie ya... kalau mereka lagi kayak gini pasti mereka bakalan bertengkar kecil dan konyol. Dan benar saja mereka beradu mulut. Pater dan Rean yang melihat itu hanya tertawa terkekeh sambil menikmati pancake dengan es krim yang di beli oleh Rean. Tak berapa lama Prada datang membawa gitar yang akan di gunakan untuk berlatih nyanyi dengan Rean.

“Wahh udah dateng nie si Prada” kata Bima langsung beranjak berdiri.

“Sorry-sorry aku telat...” kata Prada.

“Lama beud dah... emangnya gitar loe nyelip di mana sih? Si closet?” tanya Pater dengan gaya sok cool.

“kayaknya sih..” kata Prada polos.

“Udah yuk berangkat.. udah sore nie...” ajak Acha.

“Lah si Erick?” tanya Rean.

“Dia udah di daerah rumah ku kok...” kata Acha.

“Oalah.. yaudah yuk...” kata Rean. Akhirnya mereka semuapun berangkat menuju rumah Acha lagi.

***

Setibanya di rumah Acha mereka di sambut oleh mama Acha yang sangat senang melihat kami bertujuh.

“Wahh akhirnya datang juga... tante kangen banget sama kalian...” kata mama Acha.

“Iya tante...” kata rean yang tak malu-malu lagi dengan mama Acha karena ini bukan pertama atau ke dua kalinya Rean datang ke rumah Acha tapi sudah berkali-kali. Mama Acha tersenyum bahagia.

“Wahh ini Pater bukan ya?” mama Acha menunjuk Prada.

“Waduh... bukan tante saya Prada...” kata Prada.

“Lohh Prada toh? Bukan Pater...” kata mama Acha bingung.

“Saya yang Pater tante...” kata Pater.

“Loh kamu Pater? Bukan Prada?” kata mama Acha.

“Ahh mama... gimana sih? Masak gak bisa bedain sih.. yang Prada tuh yang ini kalau yang Pater yang ini...” kata Acha menjelaskan dan menujuk Prada dan Pater bergantian.

“Oalah rek rek... mereka tuh hampir mirip...” kata mama Acha.

“Iya sih tante mereka emang agak mirip.. maklum udah sahabatan sejak kecil lahirnya juga dalam bulan yang sama.. udah kayak anak kembar tapi beda ibu dan bapak... hahaha..” kata Rean.

“Palingan mereka Cuma beda kulit doank.. si Pater lebih item dari Prada walaupun Prada juga item tapi Pater lebih item...hahaha” tambah Erick.

“Oalah rek rek...” kata mama Acha.

“Oiya ini pada asal mana? Jogja semua?” tanya mama Acha.

“Kalau saya dari Serang tante sama kayak Pater...” kata Prada.

“Oalah arek serang toh... tante juga pernah tinggal sana loh...” kata mama Acha. Pater dan Prada hanya tersenyum malu-malu.

“kalau saya dari Semarang... tante kan tau sendiri... hehehehe...” kata Rean.

“Walah kalau kamu seh tante udah tau re re...” kata mama Acha. Rean hanya tersenyum malu.

“Saya dari Minggir tante...” kata Erick semangat dan meledakan tawa diantara mereka.

“Walahhh.. oponeh iki to rek... tante uwis ngerti rek... mas Erick sering tah ke sini....” kata mama Acha. Erick juga tersenyum malu.

“Nah iki arek lanang seko endi iki?” tanya mama Acha memandang Bima yang sejak tadi diam.

“Wah saya dari pulau bulan tante...” kata Bima. Seketika Acha, Rean, Prada, Pater dan Erick menganga. Pulau bulan? Apa itu?

“Oalah seko Moonisland –baca:muniland- ta” kata mama Acha.

“haa? Mana tuh?” tanya Acha cengo.

Rean nampak berfikir. Tak lama dia menjentikan jari seakan mengerti.

“Muntilan maksudnya...” kata Rean mulai mengerti.

“ASTAGA!!!” kata Acha,Prada, Pater dan Erick tepuk jidat.

“Hahahahahaha...” Bima, mama Acha dan Rean tertawa.

“Wes wes... mendingan arek-arek ku maem dulu.. tante udah masak loh...” ajak mama Acha. Mereka yang mendengar kata makan langsung semangat.

Mereka bertujuhpun makan bersama. seusai makan mereka melanjutkan bernanyi bersama diiringin oleh permainan gitar Prada. Kehangatan sangat terasa diantara mereka berenam. Opps bukan enam tapi tujuh. Yah! Persahabatan mereka ini sangat hangat. Bahkan begitu hangat. Tetapi mereka tidak akan menyangka kalau hal ini tak akan berlangsung lama. Karena sebuah hal mereka harus terpecah. Faktor batin, kesalahpahaman, saling tidak bisa mengerti dan tidak dewasa. Seiring jauhnya hubungan Acha dan Bima karena sering salah paham, seiring juga persahabatan mereka merenggang. Sebentar lagi impian Rean untuk memiliki persahabatan yang tak semu akan musnah. Suatu masalah kecil membuat mereka pecah. Perlahan tapi pasti mereka mulai terpecah hanya karena satu hal “KESALAHPAHAMAN”

***

Kehangatan yang biasanya terjadi diantara mereka entah mengapa perlahan hilang. Perlahan karena saling tak mengerti dan salah paham serta kurang komunikasi mereka mulai terpecah. Perpecahan nyata terasa bagi Rean saat Bima mulai sebal dengannya hanya karena masalah sepele. Permasalahan itu mulai terjadi sejak perdebatan kecil di group yang di buat Rean di FB untuk kelasnya. Sesungguhnya perdebatan itu tidak melibatkan Rean secara langsung tetapi karena kesalahan kecil Rean membuat Bima sebal dengannya dan menyalahkan Rean dalam masalah ini.
Awalnya Rean gak menyangka dan gak sadar dengan hal ini sampai Bima kacangin dia setiap dia mau ngomong sama Bima.

“Woi Bim nanti kamu main volley kan?” Rean menghampiri Bima yang sedang duduk sambil bermain PSP nya.

Tanpa menghiraukan sapaan Rean Bima hanya berkutat dengan PSPnya. Rean sempat bingung.

“Kamu kenapa sih Bim?” tanya Rean heran. Bima diam saja bahkan seakan tak mendengar.

Rean semakin bingung sampai tiba-tiba Acha datang dan membisikan sesuatu pada rean.

“Ikut aku sebentar yuk...” ajak Acha. Rean langsung membalikan badannya menghadap Acha.

“Ke?” tanya Rean.

“Ke depan...” jawab Acha.

Dengan sedikit ragu Rean mengangguk dan langsung mengikuti Acha.

“Mau ngomong apa sih?” tanya Rean sambil duduk di bangku depan kelasnya. Suasana saat itu cukup ramai, maklum saja di sekolah mereka sedang ada classmeeting yang diadakan seusai Tes Akhir Semester.

“Percuma kamu ngomong sama Bima tadi...” kata Acha. Rean mengernyitkan keningnya.

“Percuma? Emang kenapa? Apa kamu tahu kenapa Bima kayak gitu sama aku?” tanya Rean. Acha nampak menghela nafas.

“Iya. Aku tahu. Aku baca dia tadi. Dia marah sama kamu...” kata Acha. Rean sempat kaget.

“Marah? Kenapa? Aku salah apa?” tanya Rean heran.

“Aku gak tahu pastinya karena apa, tapi mungkin menurut aku sih dia marah karena kamu hapus kirimannya Rian di group kemaren malem...” jawab Acha. Rean semakin kaget dan tak percaya.

“Apa?! Jadi karena itu? Tapi kan aku lakuin itu ada alesannya.. dan kamu tahu sendiri kan alesannya... aku Cuma gak mau masalah yang dulu ke ulang lagi. Cuma karena kiriman yang mancing emosi kita malah jadi ribut... aku gak mau itu keulang lagi...” jelas rean setengah kecewa dan tak percaya.

“Iya yan... aku tahu maksud kamu itu baik tapi sayangnya Bima gak tahu maksud kamu sebenernya...” kata Acha. Lidah rean nampak kelu. Dia bingung harus bersikap seperti apa.

“Y,ya tapi kan ini konyol banget... Cuma karena itu Bima marah? Ya Tuhannn... mau dia apa sih... kolot banget ...” geram Rean bingung.

“Aku juga gak tau Yan... aku juga bingung sama dia. Selama ini aku deket sama dia aku gak pernah bisa mahamin dia. Aku gak tahu seperti apa dia.. pribadinya dia itu unik gak sama kayak yang lain. Mungkin kalau Putra,Prada,Pater aku bisa tahu pribadi mereka dan aku bisa bersikap seusai pribadi mereka. Tapi bima? Aku juga gak tahu dia tuh orang kayak gimana... sifatnya dia itu aneh...” jelas Acha tak kalah bingungnya.

Rean menghela nafas.

“terus aku harus gimana?” tanya rean bingung.

Gantian Acha yang menghela nafas.

“Gini aja... nanti aku coba ngomong sama dia sekalian ngomongin masalah kelas. Mungkin kalau aku yang ngomong dia bisa luluh...” kata Acha.

“bener juga sih.. lagian kamu yang lebih deket sama dia...” kata rean.

“yaudah kamu tenang aja aku pasti akan bantu kamu kok...” kata Acha tersenyum.

“Makasih yaa...” ucap Rean dengan senyum yang tak semangat.

***

Saat ini sudah pulang sekolah, classmeeting hari pertama sudah selesai dan akan dilanjutkan pada 2 hari kedepan. Bima sedang membereskan tasnya hingga Acha datang untuk memebicarakan sebuah masalah pada Bima.

“Aku mau ngomong sama kamu Bim...” kata Acha tiba-tiba. Bima yang sedang memasukan beberapa barang di tasnya langsung menengok kearah Acha.

“Mau ngomong apa?” tanya Bima dingin tanpa menatap Acha dan malah kembali memasukan barang-barang ke tasnya lagi. Acha sempat sebal dengan perlakuan Bima tapi dia mencoba meredam emosinya.

“Kemaren kamu kenapa sih?” protes Acha.

“Kemaren apa? Kenapa Gimana?” tanya Bima sudah selesai memasukan barang-barangnya dan membalikan badannya berhadapan dengan Acha.

“Marah-marah di group... kamu kenapa sih harus kayk gitu?” tanya Acha.

“Ya siapa dulu yang mancing emosi... si Rian kan? Ngapain dia kasih kiriman kayak gitu? Mancing emsoi tau gak sih.. aku tuh gak suka ada orang marah-marah gak jelas di FB apalagi di group...” jelas Bima.

“Nah itu... kamu gak suka orang marah-maranh tapi kamu juga marah-marah di FB...” kata Acha.

“Loh marah ku tuh beda... aku marah karena dia yang baut aku marah tapi kalau dia? Dia tuh marah gak jelas. Gak MUTU!” kata Bima geram.

“Ya tapi gak harus di selesaiin pakek marah-marah kan! Katanya kamu dewasa.. selesaiin bareng-bareng donk gak kayak gitu...”  kata Acha.

“Ya kalau mau di selesain bareng terserah kamu.. Aku sih ikut aja.. lagian kemaren aku marah karena di pancing emosi sama dia...” kata Bima.

“Oke kalau kamu emang maunya gitu. Aku anggap kamu Cuma kepancing emosi... tapi aku gak habis pikir kenapa kamu marah sama Rean? Apa salah dia?” tanya Acha mulai membahas masalah rean.
Bima berdecak seakan mengarti maksud Acha.

“Masalah rean? Aku Cuma gak suka aja sama caranya dia.. bua apa dia apus kiriman itu? Mau nutupin masalah ini?! Katanya group kelas kenapa gak di share malah di apus...” kata Bima.

“Jadi bener karena itu...” kata Acha.

“Iya kali...” kata Bima dingin.

“Tapi itu gak mutu kali Bim.. Rean punya alesan tersendiri masalah itu... dia Cuma gak mau masalah kayak kelas X tuh keulang... kita pernah Bim alamin itu dan karena itu kelas kita pecah... makanya itu rean gak mau itu ke ulang... itu alesan Rean...” jelas Acha. Bima nampak menatap Acha tajam.

“Aku gak perduli...” kata Bima penuh penakanan dan sejurus kemudian dia hendak meninggalkan Acha tetapi saat dia hendak keluar dari kursinya ada Rean yang sudah berdiri di depannya.

“aku mau minta maaf Bim...” kata Rean. Bima yang melihat itu gak menggubris dia Cuma berdiri dengan gaya songong. Kedua tangannya di lipatkan di depan dada.

“Aku sadar apa yang aku lakuin kemaren itu salah makanya aku minta maaf tapi aku punya alesan buat itu semua.. aku gak mau masalah itu tambah melebar dan bakalan mecahin kelas kita...” jelas Rean. Bukannya mendengarkan penjelasan Rean, Bima malah bersiul dan seakan tak mendengarkan perjelasan Rean.

“Aku gak mau ini ngerusak persahabatan kita... jadi aku minta maaf...” lanjut Rean. Tapi Bima masih tak menggubris dia malah langsung ngeloyor pergi sambil membawa tasnya dan pulang. Rean kaget dan semakin bingung. Dia sedih.

“Pecuma dia gak dengerin dia malah nyanyi-nyanyi di dalam hati, tadi aku baca matanya dia...” kata  Acha. Rean nampak putus asa.

“Tau dah.. terserah dia.. yang penting aku udah minta maaf... perkara dia maafin atau gak whatever...” kata Rean menyerah. Acha hanya bisa menepuk-nepuk pundak Rean seraya memberi semangat.

***

Semakin hari persahabatan mereka semakin renggang. Putra yang mudah terbawa arus juga ikut jutek pada rean walaupun tak sejutek Bima. 2 hari sisa mereka sebelum libur di habiskan dengan kerenggangan hubungan mereka. 6 bintang perlahan mulai pecah, rean semakin jauh dengan Bima, Putra dan juga Prada. Kalau masalah Prada itu adalah masalah batin bagi Rean.

Rean merasa hanya memiliki Acha dan Pater yang masih mau bersahabat dengannya dan juga Erick tentunya. Entah mengapa semakin lama Erick semakin dekat dengan mereka. Pernah suatu ketika Acha berkata pada rean “Yan, kita itu bukan Cuma berenam aja tapi kita itu bertujuh sama Erick, tapi sayang aja Erick lebih sering habisin waktu sama Magda” itulah yang pernah di ungkapkan oleh Acha masalah persahabatn mereka.

Kembali ke masalah persahabatan Rean, Acha, Bima, Prada, Putra dan Pater. Semakin hari mereka semakin menjauh. Mungkin Acha masih sering smsan dengan Bima tapi mereka lebih sering berdebat di smsan itu.

Rean sudah berusaha bersikap baik pada Bima demi memperbaiki hubungannya dengan Bima. Atas saran Acha, Rean juga sudah minta maaf lagi walaupun hanya lewat sms itupun tak di balas, boro-boro di balas saat Rean hendak menelpon Bima, Bima tak mau menjawabnya. Rean sudah putus asa. Dia terlalu lelah menjadi yang bersalah. Rean mungkin merasa bersalah tapi Rean gak mau selalu disalahkan seperti ini. Setiap hari Rean selalu berdoa kepada Tuhan agar menyelesaikan masalah persahabatannya itu.

Sekarang bagi Rean hanya “yang penting aku udah minta maaf. Dia mau maafin atau gak yasudah lah... biar waktu aja yang menjawab, mungkin liburan bisa mengubah segalanya.”

Saat ini adalah hari penerimaan rapor untuk setengah semester yang sudah di jalani Rean dkk. Dan di hari ini juga Rean, Acha dan teman-teman yang lainya akan memberikan kado kepada 5 orang temannya yang berulang tahun di bulan Desember ini. Sebenarnya hari ulang tahun kelima temannya itu bukan bebarengan tapi berlainan tanggal. Di mulai dari Bima, kemudian Kris, Erick, Saputra dan Desta. Bima! Ya Bima. Sebenarnya tanggal 4 bulan ini Bima ulang tahun tetapi karena ulangtahunnya bersamaan dengan ujian akhir semester maka di putuskan kalau di tunda pemberian kadonya.
Kado untuk Bima itu special, Rean dan Acha sudah berkorban hujan-hujan untuk membelikan kado itu dan harus bersedia kedinginan di dalam sebuah pusat perbelanjaan dan basah-basahan.

Puji Tuhan pengorbanan Rean dan Acha itu tak sia-sia setelah memberikan kado itu ada setitik cahaya untuk kembali menyatukan persahabatan mereka, Bima mulai luluh dan mulai menganggap keberadaan Rean.

“Makasih Ya...” kata Bima manis pada Acha dan Rean. 2 buah kata yang sangat berharga bagi rean dan Acha terutama Rean. Akhirnya Bima sudah tak begitu marah pada Rean. Sungguh Tuhan itu adil dan Tuhan selalu menjamah doa umatnya yang bersungguh-sungguh.

Rean dan Acha menyunggingkan senyum paling manis.

“Sama-sama...” kata Rean dan Acha senang. Bimapun langsung pergi dan berbaur dengan teman-temannya yang lain
Inilah setitik cahaya bagi persahabatan 6 bintang. Oops bukan 6 tapi 7 di tambah dengan Erick.

“Yaa.. walaupun belum sepenuhnya dia maafin aku... yang penting dia udah gak marah dan aku bisa liburan dengan tenang... see Tuhan itu adil dan yang namanya persahabtan itu akan indah pada akhirnya, kayak kepompong yang bakalan berubah jadi kupu-kupu yang indah pada  waktunya.” Kata Rean senang.

“Kamu bener Yan... semua pasti akan indah...” kata Acha.

“Tapi... aku lihat.... diantara kita bertujuh bakalan terjadi kejadian yang sangat lucu dan menegangkan...” kata Acha dengan aksen yang misterius. Sontak rean menatap Acha heran dan syok.

“Lihat aja nanti...” Acha hanya tersenyum penuh misteri dan langsung berjalan mendatangi teman-temannya meninggalkan rean dengan segudang pertanyaan.

_THE END_?

See... inilah  Persahabatan 7 Bintang. Tapi ini bukan akhir.. masih akan ada banyak hal diantara mereka...opppssss... Tunggu saja  :D