Jumat, 17 Juni 2011

Pilihan Hati

PILIHAN HATI


Aku mencintainya, tapi mengapa sahabatku tak ingin aku mencintainya?
Aku selalu memikirkannya, tapi mengapa sahabatku tak suka itu?
Apa salah aku mencintai dia, seseorang yang dinilai buruk oleh sahabatku? –Larissa-

Mungkin aku hanya seorang gadis biasa yang tak begitu menarik dihati lelaki. Tapi apa salah kalau aku mencintai seoarang lelaki? Sekalipun lelaki itu buruk di mata teman-temanku dan lelaki itu cukup menarik perhatian banyak gadis diluaran sana?
Kuakuin aku mudah jatuh di berbagai hati, kuakui aku mudah mencintai tapi apa salah jika aku rasakan hal itu, kupikir itu wajar saja aku seoarang gadis berumur 16 tahun dan sangat wajar jika aku mencintai sesorang tapi kenapa rasanya banyak sekali penghalang untukku dan untuknya? Sahabat, Popularitas, dan Perasaan semua itu membuatku merasa sulit menghadapi ini.

“Hey…” tiba-tiba seseorang membangunkaku dari lamunan. Aku yang awalnya duduk termenung sendiri di dalam kelas mendongakkan kepalaku menatap orang itu.

“Mikirin dia lagi?” tanyanya. Aku hanya menyungggingkan sebaris bibirku tipis.

“Kenapa sih loe selalu mikirin dia, dia itu gak baik buat loe.. gue itu tahu dia… dia terlalu gondhes…” kata orang itu. (gondhes=sebuah kata yang mengibaratkan seseorang cowok yang ugal-galan)

“Tapi Ik, gue suka sama dia… dia istimewa…” kataku padanya. Dia adalah Oik sahabat terdekatku.

“Apa istimewanya sih seorang anak band dengan aliran metal core… loe tuh udah buang-buang waktu untuk mencintai diaa…” kata Oik. Dia memang tidak setuju dengan pilihanku kali ini, dia pikir pilihanku kali ini salah.

“Gue tahu Ik.. gue tahu kalau selama ini gue udah buang-buang waktu buat mencintai dia… Tapi please donk hargain gue… gue yang cinta sama dia dan gue gak akan terlalu berharap untuk dapetin dia… tapi apa salah kalau gue menjadikannya angan dalam hidup gue? Itu hak gue…” kataku memperjuangkan perasaanku, walaupun aku tahu sebenarnya salah aku mengatakan hal seperti itu karena  aku tahu memang benar apa yang dikatakan oleh Oik. Tapi aku tidak bisa membohongi diriku sendiri. Aku tidak berharap untuk mendapatkannya tapi setidaknya aku akan menjadikannya anggan dalam hidupku, apa itu salah.

“Tapi Cha… loe bisa gak janji sama gue…” kata Oik.

“Apa?” tanyaku.

“Tolong loe lupain dia, gue yakin dia bukan yang terbaik buat loe… loe boleh kok mikirin dia, tapi jangan berharap terlalu dalam sama dia ya Cha.. gue takut loe sakit lagi… loe itu sahabat gue Cha… gue gak mau lihat loe sedih…” kata Oik.

“Tenang aja Ik Mungkin waktu gue banyak tersita buat memikirkan dia, tapi gue gak akan terlalu berharap dia jadi milik gue, karena gue tahu dia terlalu diingini oleh gadis diluaran sama” kataku dengan wajah yakin pada Oik, sejurus kemudian Oik tersneyum dan merangkulku bangga.

“Gue hara loe bisa tepatin janji loe yaaa…” kata Oik sambil merangkulku, aku hanya tersneyum namun sejurus kemudian aku tertunduk lemas.

“Apa mungkin aku bisa?” rutukku dalam hati.

***

Mengapa semakin aku ingin melukapannya, aku semakin memkirkannya?
Sebuah kesalahan di masa lalu, membuatku terjebak di sebuah cinta yang semakin rumit?
Apa yang harus aku lakukan? Mengapa ? Begini? –Larissa-

Sudah 2 hari setelah aku berjanji untuk melupakan pilihanku itu tapi jujur sampai sekarang aku belum bisa melupakannya, aku bingung mengapa sulit untukku melupakannya… ini bukan perkara aku takut melanggap janjiku pada sahabatku, namun ini karena aku semakin yakin sulit untuk mendapatkannya terlebih sikap ramahnya terhadap banyak gadis, itu membuatku cemburu, pesimis, takut, marah. Kenapa orang lain bisa dekat dengannya sedangkan aku tak bisa? Jika memang dia bukan untukku kenapa aku tak bisa melupakannya? Mengapa jadi begini sulit untukku?

Saat ini aku sedang termenung dari atas lantai dua gedung sekolahku pandanganku menatap lurus kearah lapangan yang berada di bawah, aku sedang memandang sosok pilihanku, dia sedang asik mempermainkan sebuah benda bulat berwarna hitam putih bersama dengan sahabat-sahabatnya, ya sahabat-sahabatnya, ingin sekali aku menjadi satu dia antara mereka bahkan aku menginginkan lebih dari itu, tapi apa mungkin? Dia terlalu istimewa untukku dan sulot bagiku untuk melupakannya.

“Tuhan, mengapa sulit bagiku untuk melupakannya? Awalnya aku sama sekali tak menyangka bisa mencintainya, dia hanya pelarianku untuk melupaka cintaku yang sebelumnya… tapi kenapa ini menjadi semakin sulit untukku melupakannya??” rutukku dalam hati sembari menatap pilihaku itu. dari atas dia Nampak menawan dengan kelihatiannya memainkan si kulit bundar.

“OPER SINI WOY!” dia begitu enerjik memainkan si kulit bundar, keringat yang mengucur dari tubuhnya menambah pesona dalam dirinya.

“GO RAYNALD! GO RAYNALD GO GO GO…” aku baru sadar kalau di pinggiran lapangan ada sekumpulan cewek-cewek yang menyemanagati pilihanku itu dan yang paling menonjol adalah Aren, cewek yang di gosipkan dekat dengan kak Ray(begitulah aku menyebut namanya), pujaan hatiku, pilihan jiwaku.

“Huft…” aku semakin pesimis melihat Aren menyemangati kak Ray terlebih kak Ray menanggapinya karena kak Ray memang begitu ramah dengan semua orang termasuk cewek.

“masih belum bisa ngelupain dia sist?” tiba-tiba sesorang datang menyebelahiku dan ikut memandang kearah kak Ray. Dari suaranya aku tahu siapa dia.

“Oik…” ucapku lirih.

“Huft… bukannya gue sok ngatur masalah cinta loe Cha tapi gue Cuma gak mau loe menelan kekecewaan lagi Cha… loe lupa dulu loe pernah kan disakiti sama Kak Ozy.. semua perhatian loe, pemujaan lo eke dia sama sekali gak mendapatkan balasan kan? dan ujungnya loe juga yang sakit kan Cha… gue gak mau loe lakuin hal yang sama dan gue gak mau loe entar sakit hati… loe itu sahabat sejati gue Cha…” kata Oik. Kak Ozy? huft.. kenapa Oik harus mengingatkanku dengan kak Ozy?

“Kak Ozy? huft… kenapa harus dia lagi sih Ik? Aku capek denger nama dia lagi…” kataku sebal.

“Ini gue lakuin biar loe sadar Cha… biar loe gak gegabah mencintai orang lain… loe harusnya mikir donk Cha.. sosok kak ozy yang melankolis aja bisa nyakitin loe, gimana dengan kak Ray yang metal abis… dia bakalan nyakitin loe lebih dalem Cha…” kata Oik, jujur saat itu aku tertegun mendengar kata-kata Oik. Apa benar yang dikatakan Oik kalau Kak ray akan menyakitiku lebih dalam Cuma kerena dia anak metal? Tapi ada orang bilang don’t judge book from the cover kan?
“Tapi Ik… belum tentu kan dia nyakitin gue?” tanyaku.

“Cha… loe belum deket dan jadi pacar dia aja , loe makan ati kan? loe sering cemburu kan? loe sering liaht dia deket sama cewek kan? gimana kalau loe udah deket dan jadi pacarnya, loe bakalan di sakiti sama Cha… gue gak mau itu terjadi sama loe..” kata Oik. Segitu parahkan nantinya? Tapi… ahh sudahlah buat apa aku memikirkan lebih jauh? Untuk dekat dengannya saja sulit bagaimana mungkin aku jadi pacarnya.

Akupun menghela nafas “Aku laper… ke kantin yuk…” ajakku guna mengalihkan pembicaraan yang semakin lama akan semakin membuatku bingung anatar pilihan hati dan sahabat.

“Okeoke…” kata Oik pasrah. Akhirnya aku dan Oik pergi meninggalkan tempat itu dan menuju kantin.

-Author-
Baru beberapa detik Acha pergi Ray yang berada di bawah mendongakkan kepalanya tepat di tempat, dimana tadi Acha memandangnya.
“Gadis itu lagi? siapa ya dia…” batin Ray sambil mendongakkan kepalanya.

***

Aku bosan sendiri, aku ingin memiliki kekasih,
Tapi bukan sekedar Kekasih, aku ingin kekasih sejati,
Dapatkah kutemukan Kekasih Sejati? –Prasetya-

Mungkin aku memiliki popularitas sebagai anak band dengan aliran metal core, permainan drumku yang memukau mungkin bisa membuat ratusan wanita tertarik bahkan mengingkan diriku? Tapi jujur sampai sekarang ini aku belum menemukan sosok wanita yang cocok buatku.

Di manakah kau berada bidadariku, Kemana kah ku harus mencari” dengan gitar milikkku, aku menyanyikan sepenggal lagu Tangga berjudul Dimanakah Bidadariku, memang secara keseluruhan lagu itu tidak menggambarkan kegalauan hatiku, namun sepenggal lagu ini sedikit mencerminkan kegalauan hatiku saat ini.

“Ecieeee si Gocap lagi galau niee…” tiba-tiba Cakka sepupuku datang sambil membawa du gelas vanilla late.

“hahaha, lebay loe Kka…” kataku sambil mengambil satu gelas vanilla late dari tangannya.

“Hahaha, kapan sih loe bakalan cari cewek? Perasaan banyak banget cewek yang ngejar loe… tapi gak ada yang cocok juga…” kata Cakka sembari meneguk secangkir vanilla late miliknya.

“Hahaha, lebay loe… semua cewek itu Cuma temen kok…” kataku mengelak.

“Alah.. temen kok sering wall-wallan di FB.. udah pilih aja salah satu.. lagian loe juga ganteng kok… pasti mau deh sama loe…” kata Cakka.

“Hahaha, Cuma temen Kka… kalau masalah ganteng mah, masih gantengan loe kok…” kataku memujinya. Aku dan Cakka memang saling memuji dan saling merendahkan diri masing-masing.

“Ha? Gue ganteng? Prekkk! Gantengan loe Ray…” kata Cakka malah balik memujiku.

“Yaampun Cakka kawekas.. dimana-mana juga cakepan loe kok.. santai ajaa.. hehehe..” balasku.

“Ora Ray.. cakepan loe… sumpah Ray.. loe tuh putih, lucu, apikkan neh…” kata Cakka terus memujiku.

“Gimana bisa? Aku kan pendek.. gantengan ya gantengan loe.. loe tinggi, putih, jago basket… wes too gantengan loe Kka..” kataku memujinya. Kalau sudah begini pasti aku dan Cakka saling memuji satu sama lain dan ujungnya kami malah akan bercanda-canda gak jelas. Hehehe. Cakka memang sahabatku yang paling baik dan gokil, dia selalu bisa membuatku tersenyum.

Kamipun terus bercanda dan saling melemparkan pujian.

***
Mengapa dia datang di saat seperti ini?
Mengapa masa laluku kembali lagi?
Mengapa luka lama yang aku coba tutup kembali terbuka lagi?
Mengapa kau kembali?
Mengapa?

Siang ini aku hendak pergi ke salah satu toko buku sepulang sekolah, tapi sayangnya Oik tidak bisa ikut denganku karena dia ada urusan di rumahnya.

“Acha, sorry y ague gak bisa temenin loe beli novel…” kata Oik dengan wajah merasa bersalah.

“Udah gak papa kok… gue bisa sendiri…hehehe..” kataku mencoba tak membuatnya merasa bersalah.

“Hahaha, yaudah kalau gitu gue balik dulu yaaa..” kata Oik. “Byeee..” diapun menlambaikan tangannya.

“Byee…” balasku, setelah melihatnya masuk ke mobil jemputannya aku berjalan mencari angkutan menuju toko buku itu. saat sebuah angkutan tepat melewati depan sekolahku, belum sempat aku menyetopnya tanganku sudah di raih oleh seseorang.

GYUT tiba-tiba tanganku di tarik oleh seseorang.

“Eh?” kataku kaget dan sejurus kemudian tanganku ditarik mendekati orang itu. aku kaget saat melihat orang yang menarik tanganku itu.

“Ka,Kamu…” kataku tergagap saat mendapati sosok di depanku.

“I,iya… ini aku… aku kak Ozy…” kata orang itu. ya dia adalah kak Ozy, masa laluku. Melihat wajahnya sontak aku langsung menepis tanganku yang tadi dia cengkram.

“Lepasin…” kataku menepis tangan kak Ozy.

“Ngapain kamu ke sini?” tanyaku ketus.

“Aku mau ngomong sama kamu…” katanya.

“Ngomong? Mau ngomong apa lagi? aku udah cukup sakit hati sama kamu…” kataku masih ketus.

“Please Cha.. kasih aku kesempatan… aku mau minta maaf sama kamu…” katanya.

“Maaf.. untuk apa? Udah gak ada yang perlu dimaafin lagi…aku udah cukup tenang kamu udah lulus dan gak akan sesekolah sama aku lagi.. jadi please jangan ganggu aku…” kataku.

“Tapi Cha…aku mohon.. kasih aku kesempatan , aku nyesel udah nyakitin kamu.. aku udah sadar Cha…” katanya terus meyakinkanku.

“Sadar tentang apa?” tanyaku jengkel.

“Aku sadar kalau ternyata aku cinta sama kamu Cha…” katanya sambil memegang kedua tanganku, jujur saat itu jantungku berdejat kencang, melihat dia menatapku aku merasakan angin segar yang berhembus di dalam tubuhku, namun melihat tatapannya itu juga membuatku ingat sakit hati yang dia berikan padaku.

“Aku sayang sama kamu Cha…” kata kak Ozy lembut. Aku mencoba berfikir, apa semudah ini aku memaafkan dia? Atas semua perlakuannya yang membuatku sakit hati? Enggak! Aku gak akan jatuh di lubang yang sama. Itu menyakitkan.

“ENGGAK kak!” kataku melepaskan tanganku dari tangannya. Nampak jelas dalam wajahnya eksepresi tak menyangka dan kecewa.

“ta,tapi kenapa Cha.. kenapa? Bukannya dulu kamu cinta sama aku? Kenapa semudah itu kamu lupain aku?” tanyanya.

“Mungkin dulu aku mencintaimu kak, tapi penghinaan kakak atas cintaku itu udah membuang semua rasa cintaku… kakak lupa, betapa teganya kakak menagatkan, kalau aku masih kecil dan aku gak tahu apa tentang cinta… itu sakit kak.. sakit… kakak pikir aku mainan yang dengan mudah kakak buang dan kakak ambil lagi? enggak kak! Aku punya harga diri…” kataku penuh penekanan dan tanpa kusadari air mata mulai mengucur dari pelupuk mataku.

“Tapi Cha, aku udah sadar sekarang…” katanya kali ini mulai memaksaku, dia mengambil tanganku lagi.

“Lepasin kak!” aku berusaha melepaskan tanganku, tapi dia mencengkramku lebih keras.

“Enggak! Aku gak akan lepasin kamu, sebelum kamu jujur dan kamu bilang kalau kamu sayang sama aku…” paksanya.

“Sayang? Enggak! Aku udah gak sayang sama kakak…” kataku makin menangis. “Lepasin kak..!” katany berusaha melepaskan tanganku tapi percuma saja.

“Enggak.! Kamu harus ikut aku… aku akan buat kamu cinta sama aku lagi” kata kak Ozy berusaha menarikku pergi namun aku tak mau, Dia semakin kencang mencengkram tanganku dan menarikku. Kali ini air mata yang aku tumpahkan bercampur dengan rasa sakit akibat cengkraman dan tarikannya.

“Aku gak mau ikut kak…Lepasin kak.. sakit…” rintihku.

“Aku gak akan lepasin kamu sebelum kamu ikut aku…” paksanya. Dia terus memaksaku untuk ikut dengannya.

***

Aku tak menyangka jika orang yang selama ini dianggap buruk memiliki hati yang baik…
Kedatangannya membuatku semakin yakin, stigma dari orang-orang sekitarku salah…
Dia yang semula dia anggap buruk ternyata memiliki jiwa yang lembut…
Don’t judge book from the cover :) –Larissa-

Kak Ozy masih terus memaksaku ikut dengannya.

“Ikut aku…” paksanya.

“Gak mau kak…Lepasinn..” rintihku makin menangis.

“HEY! LEPASIN TANGANNYA!” tiba-tiba muncul seseorang yang sangat aku kenal, dan dia mendekatiku dan kak Ozy.
“Siapa loe?” tanya Kak Ozy menatap orang itu dengan tatapan membunuh.

“Loe gak perlu tahu siapa gue… lepasin cewek itu…” katanya dengan berani.

“gak akan.. dia akan ikut gue… gue akan buktiin kalau dia masih cinta sama gue” kata kak Ozy masih belum mau melepas cengkramannya dari tanganku.

“Bodoh! Loe pikir dengan seperti itu dia akan mencintai loe? Bulshit broo…” kata cowok itu, aku tidak menyangka dia begitu pemberani.

“heh. Loe tuh gak tahu apa-apa yaaa.. jadi jangan ikut campur deh loe…” kata kak Ozy.

“Gue emang gak tahu apa-apa tapi setidaknya gue masih peka dan gue masih kasihan lihat seoarang cewek MENANGIS…” katanya sambil menunjukku yang penuh air mata. Tatapannya lembut.

“Acha…” Kak Ozy menatapku yang penuh air mata, sejurus kemudian dia melepaskan cengkaramnnya, seperti orang yang kesurupan kini setan yang merasukinya seketika hilang.

“Ma,maafkan aku Cha…” katanya bergetar. Aku sama sekali tak menawabnya, aku hanya menangis dan berlari mendekati sosok penolongku itu.

“Berfikirlah atas apa yang kau lakukan.. jangan paksakan orang lain untuk mencintaimu, sekalipun dulu dia pernah mencintaimu…” katanya pada kak Ozy, Nampak jelas dalam wajah kak ozy rasa jengel bercampur menyesal. Tanpa berkata apapun kak ozy pergi menelan kekecewaan.

Kini tinggalalah aku dengan penolongku itu.

“Terima kasih ya Kak Ray…” kataku. Ya penolongku itu adalah kak ray, pilihan hatiku. Betapa senangnya hatiku saat melihat kak ray membelaku di depan kak Ozy, ternyata dugaan Oik selama ini salah, kak Ray bukan sosok yang jahat dan sosok yang akan menyakitiku nantinya.

“Eh? Loe tahu nama gue?” tanya kak ray bingung. Astaga, apa yang barusan aku ucapkan, menyebut namanya? Bodoh. Itu akan membuatnya curiga, selama ini kan aku tak pernah berkenalan dengannya.

“E…eee…mm.. gue…” kataku gugup. Saking gugupnya aku langsung berlari pergi meninggalkan kak Ray saking malunya.

***

Gadis itu?siapa dia?
Apa dia gadis yang selama ini melihatku dari lantai atas?
Memikirkannya terus… apakah bisa membuatku menyatakan cinta?
Tapi Siapa dia? –Prasetya-

“E…eee…mm.. gue…” kata gadis gugup, belum sempat dia menjawab pertanyaanku, dia sudah keburu pergi. Saat aku melihatnya berlari tiba-tiba aku teringat dengan gadis yang selalu memperhatikanku dari lantai atas.

“Eh?” kataku kaget ketika melihat gadis itu berlari membelakangiku.

“Gadis itu? jangan-jangan gadis itu…” kataku mencoba menerka-nerka.

“Ahh sudahlah, mungkin ini Cuma perasaan gue aja…” kataku sejurus kemudian berjalan pergi, namun baru berapa langkah aku jalan aku menginjak sebuah gantungan kunci.

KREK..

“Eh?” akupun mengehentikan langkahku dan mengambil apa yang kuinjang.

“Gantungan kunci?” kataku. Gantungan kunci itu merupakan sebuah rangkaian kata.

“A-C-H-A… Acha…” kataku membaca tulisan itu.

“Jangan-jangan ini punya gadis itu? mungkin jatuh waktu dia di paksa sama cowok tadi, wahh kalau iya gue harus segera balikin nie, dia pasti nyariin…” akupun menggenggam gantungan itu dan langsung berlari mencari gadis itu.
Aku terus berlari tapi ternyata gadis itu sudah naik angkutan dan angkutan itu sudah berjalan cukup jauh, susah bagiku untuk mengejarnya.

“Yaahh udah jalan lagi…” kataku menyesal.

“Yaudah lah, besok aja geu balikin… besok gue cari dia di seluruh anak kelas X…” kataku. Sejurus kemudian mebalikkan badanku dan pulang ke rumah.

@rumah

Saat ini aku sudah berada di kamar sambil tiduran, sejak sepulang sekolah tadi aku terus memikirkan masalah gadis tadi dan gantungan itu.

“Acha… apa dia gadis yang sering gue lihat itu?? tapi kenapa dia langsung pergi saat gue tanya tau darimana dia nama gue?” aku terus menatap gantungan itu sambil tiduran. Jujur baru kali ini aku merasakan gejolak aneh dalam diriku. Aku merasakan sesuatu yang gak biasa saat melihat gadis itu. apa jangan-jangan aku suka padanya?  Tapi apa semudah itu? begitu banyak gadis yang dekat denganku tetapi tak pernah kurasakan gejolak seperti ini. apa mungkin aku cinta padanya? Mengenalnya saja tak pernah. Huft… dia terus terngiang dalah pikiranku. Tapi Siapa Dia??

***

Sebuah kesengajaan yang membuatnya yakin tentang cintanya…
Tak di sangka Masa lalunya lah yang membuatnya dekat dengan pilihan hatinya…
Tapi bagaimana dengan Stigma sang sahabat mengenai pilihan hatinya???
Bisakah Stigma itu di patahkan olehnya??? –Author-

Saat ini Acha sedang membaca novel barunya di kelas, kejadian kemarin tak membuat Acha mengurungkan niatnya untuk membeli novel, bahkan bagi Acha dengan membeli novel dia bisa melupakan masalah itu.

“Hey Cha…” tiba-tiba Oik datang.

“Eh loe Ik.. kenapa?” tanya Acha seakan tak pernah terjadi sesuatu kemarin, kali ini dia memenag sedang tak ingin membahas masalah kemarin.

“Gimana kemarin loe jadi beli novel kan?” tanya Oik.

“Jadi donk… nie…” kata Acha sambil menunjukan novel yang dia baca tadi.

“Eh Ik.. gue boleh minjem komik conan vol 61 gak?” selain membaca novel, Acha juga suka membaca komik khususnya conan.

“Boleh kok.. kebetulan gue bawa…” kata Acha.

“Eh? Serius loe? Mana?” pinta Oik semangat.

“Bentar yaa…” kata Acha sejurus kemudian mengambil tasnya dan hendak membukanya, ketika tangannya hendak membuka resleting tas itu Acha baru sadar kalau gantungannya hilang.

“Loh..gantungan gue mana?” tanya Acha.

“Kenapa Cha?” tanya Oik.

“Gantungan gue Ik…gantungan gue ilang…” adu Acha.

“Ha? Gantungan? Yang mana?” tanya Oik.

“Gantungan yang ada nama gue… gantungan itu ilang Ik… aduhh mana yaa.. itukan gantungan dari kakak gue…” kata Acha panic.

“Eh serius loe? Masak sih?” tanya Oik gak percaya.

“beneran Ik… gue gak bohong…” kata Acha.

“Cob aloe cari dulu deh Cha, mungkin aja jatuh di dalem tas loe…” kata Oik mencoba menenangkan Acha.

“Gak mungkin Ik…” kata Acha udah panic banget. Acha terlihat sangat panic dan mencari-cari gantungannya.

“Cari ini..” tiba-tiba Ray datang membawa gantungan Acha, setelah bertanya-tanya yang bernama Acha, akhirnya Ray menemukan Acha di kelas X.2

Seketika Acha mendongakkan kepalanya.

“Kak ray…” kata Acha kaget.

“Loe cari ini kan…” kata ray menyodorkan gantungan Acha, melihat gantungan itu Acha langsung mengambilnya dengan girang.

“gantungan gue..astagaaa.. untung gak ilang…” kata Acha berbinar.

“Kemaren jatuh waktu kakak itu maksa loe…” kata Ray sambil tersenyum.

“Apa? Jadi kemaren jatuh yaa?? Yaaampunn, bodoh banget sih gue…” kata Acha.

“Bukan elo kok yang bodoh, tapi kakak kemaren aja yang terlalu kasar…” kata Ray. Acha hanya tersenyum malu.

“Loh Cha.. emang kemaren loe diapain?” tanya Oik yang sedari tadi gak donk.

“Entar gue ceritain deh…” kata Acha.

“Oiya, makasih ya kak.. untuk ada kakak yang mau mungut gantungan ini…” kata Acha senang.

“Iya sama-sama.. oiya entar istirahat ada urusan gak?” tanya Ray malu-malu.

“Hem? Istirahat? Enggak sih kak.. emang kenapa?” tanya Acha gugup, bayangkan saja, saat ini Acha sedang berbicara dengan pilihan hatinya.

“Hmm.. mau makan ke kantin bareng?” tawar Ray. sungguh seperti mendapatkan udara segar, Acha sangat kaget dan hatinya terlonjak bahagia, tapi tidak untuk Oik, dengan stigma yang selama ini dia miliki Oik Nampak kaget dan tak suka dengan penawaran Ray.

“Ma,makan kak?” kata Acha gugup.

“Loe gak mau yaa?” kata Ray. buru-buru Acha menepis perkataan Ray.

“Enggak kok kak.. Acha mau.. istirahat kak…” kata Acha girang. Terlihat wajah ray berbinar.

“yaudah kalau gitu entar waktu istirahat gue tunggu loe yaa..” kata Ray.

“I,iya kak…” kata Acha tersenyum. Sejurus kemudian ray pergi meningglakan Acha.

“Cha! Loe serius nerima tawaran dia? Cha.. gue udah bilang kan dia gak baik buat loe…” kata Oik.

“Please Ik.. kali ini ijinin gue yaa… ini kesempatana buat gue buktiin ke elo, kalau selama ini stigma loe salah tentang pilihan hati gue…” kata Acha penuh keyakinan. Melihat wajah Acha yang yakin  Oik hanya pasrah saja.

“terserah loe deh… geu Cuma pingin yang terbaik buat loe…” kata Oik pasrah.

Dan akhirnya Achapun bisa menerima tawaran Ray tanpa beban.

Benar saat istirahat Ray menjemput Acha di kelasnya dan mereka makan bersama di kantin. Banyak mata tertuju pada mereka terutama cewek, banyak mata-mata iri dan cemburu melihat Acha dekat dengan Ray, namun Acha dan Ray tak perduli dan terus melanjutkan makan mereka.

***

Kenapa di saat pilihan hatinya mendekat dan stigma buruk tentang pilihannya hilang…
Bayangan mengenai masa lalunya kembali muncul?
Mungkin dia katakan benci…
Namun itu hanya kebohongan untuk membuat masa lalu itu pergi…
Jika saja masa lalu itu muncul lebih cepat, mungkin ini tak akan sesulit ini… -Author-

Hari kehari Acha dan Ray semakin dekat, Acha sama sekali tidak menduga kalau dia bisa dekat dengan sosok pilihanya, awalnya Acha tak pernah membayangkan bisa terjadi seperti ini, tapi ternyata Tuhan berkata lain Acha semakin dekat dengan Ray. sikap perhatian Ray membaut Acha semakin cinta pada Ray. Ray tak hanya dekat dengan Acha, Ray juga mencoba mendekati Oik sebagai temannya, Ray bersikap sangat baik terhadap Oik terlebih Acha dan berkat sikap baik yang ditunjukan oleh Ray stigma Oik mengenai Ray perlahan hilang dan dia menyerahkan semua keputusan pada Acha untuk memilih pilihan hatinya.

Mungkin masalah Oik sudah hilang, tapi masalah lebih besar muncul, kini dalam hati Acha tidak hanya ada Ray tapi muncul bayangan masa lalunya, dia adalah Ozy. mungkin karena cinta yang dulu begitu besar untuk Ozy membuat Acha kembali teringat tentang Ozy, bahkan Acha sempat berfikir, jika saja Ozy lebih cepat mengatakan maaf itu mungkin Acha kini sudah bahagia dengan Ozy, tapi sekarang masalahnya Acha juga jatuh di hati yang lain, dia adalah Ray, sosok yang sangat Acha sayangi.

Saat ini adalah saat yang paling tak di duga oleh Acha, secara tiba-tiba Ray menyatakan cinta pada Acha, sebenarnya ini sudah bisa di duga oleh Acha, dari semua perhatian dan kasih sayang yang Ray berikan tapi Acha tidak pernah berfikir kalau akan secepat ini.

“Cha… gue mau ngomong sama loe…” kata Ray saat dirinya dan Acha sedang berjalan-jalan di taman kota.

“Mau ngomong apa kak?” tanya Acha.

“Duduk sini dulu yuk…” ajar ray. akhirnya Ray dan Acha duduk di salah satu bangku taman. Tanpa babibu Ray berdiri lagi dan berjongkok di depan Acha sembari membawa bunga yang selama ini dia sembunyikan di balik badannya saat berjalan dengan Acha.

“Do you want to be my girlfriend Cha…” kata ray sambil menyodorkan bunga mawar di depan Acha. sontak Acha kaget, dia gak menyangka kalau ini akan terjadi, seketika wajah Acha memerah.

“Ka,kakak…” kata Acha gugup, ray hanya tersenyum tulus.

“Gimana Cha.. loe mau kan jadi cewek gue?” tanya Ray lagi. Acha Nampak bingung. Seharusnya ini mudah untuk Acha tapi entah mengapa ini terasa sangat sulit.

“A,Acha…” kata ACha gugup. Acha melihat wajah Ray yang berharap-harap cemas. Ketika meliaht wajah Ray tiba-tiba bayangan Ozy muncul wajah ray tiba-tiba berubaha menjadi Ozy dan berubah lagi menjadi Ray dan seterusnya, berulang kali dia melihat bayangan Ozy-Ray-Ozy-Ray-dan seterusnya. Wajah Acha Nampak bingung.

“Gimana Cha…” tanya Ray lagi. Acha masih belum menjawab, pikirannya buyar. Tanpa disadari ternyata dari jauh Ozy melihat kejadian itu dan buru-buru mencegah Acha berkata Ya.

“ACHA!!” tahan Ozy. Acha dan Ray Nampak kaget. Saat ozy semakin dekat Ray buru-buru bangkit untuk melindungi Acha.

“Ngapain lo eke sini lagi?” geram Ray sambil melindungi Ozy.

“Gue gak akan biarin loe miliki Acha… loe gak pantes buat Acha.. Cuma gue yang pantas buat Acha…” kata Ozy. Ray geram.

“Heh! Siapa loe… loe gak berhak atur gue.. Gue sangat menyayanyi Acha dan Acha juga sayang sama gue.. jadi gak ada yang bisa larang gue miliki Acha…” geram Ray.

“gak! Acha gak sayang sama loe.. Acha Cuma sayang sama gue.. ngerti loe! Dia lebih cinta sama gue…!” kata Ozy nyolot.

“Mungkin iya! Tapi itu dulu dan sekarang Acha cinta sama gue! Ngerti loe!” kata Ray gak kalah ngototnya.

“Dulu atau sekarang sama aja, Acha tetep cinta sama gue!” kata Ozy.

“Loe tuh ngeyel yaa!!” kata Ray sangat geram, ray hendak mengantam Ozy dan Ozy juga hendak menghantam Ray, hampir terjadi saling hantam anatar Ray dan Ozy namun Acha buru-buru menahannya.

“CUKUP!” tahan Acha yang mulai berlinang air mata sedari tadi melihat pertengkaran 2 orang yang pernah mengisi hatinya.

“Gue gak mau lihat perkelahian di sini.. !” kata Acha.

“Acha…” ucap Ray lirih, melihat air mata yang mulai mengucur di pipi Acha, Ray merasa bersalah.

“Maafin aku Cha.. aku gak bermaksud buat kamu sedih…” kata Ray mendekati Acha, namun di tahan oleh Ozy.

“Tunggu…” tahan Ozy.

“Apa-apaan sih loe? Loe gak lihat Acha nangis.. gue mau nenangin dia..” geram Ray.

“gak ada yang boleh mendekati Acha sebelum Acha memilih…” kata Ozy. Acha terbelalak mendengar perkataan Ozy.
“Apa maksud kakak?” tanya Acha di sela tangisnya.

“Kamu gak bisa gini terus Cha… aku tahu kata-kata kamu dulu bukan kejujuran, makanya aku ngotot untuk ajak kamu pergi dan buktiin semua… tapi aku juga tahu kalau kamu cinta sama Ray… Tapi kamu gak boleh egois Cha… kamu harus milih Cha.. aku atau dia…” kata Ozy. Acha semakin bingung. Ray Nampak sependapat.

“Kak Ozy benar Cha… sejak awal aku melihat pertengkaran loe sama kak Ozy gue yakin kalau loe masih suka sama kak Ozy, tapi gue juga yakin kalau loe udah suka sama gue karena loe gadis yang selalu ngelihatin gue dari atas kan?” kata Ray. Acha Nampak kaget mendengar perkataan Ray.

“Lo,loe tahu dari mana kalau gue sering ngelihatin loe?” tanya Acha.

“Karen ague juga sering ngelihatin loe, tanpa loe sadar… awalnya gue gak tahu siapa loe, tapi setelah lihat loe dulu gue sadar loe gadis itu dan setelah dekat sama loe, gue ngerasa kalau gue cinta sama loe…” kata Ray.

“Ja,jadi…” kata ACha.

“Iya Cha.. dan saatnya loe milih sekarang… loe gak akan terus kayak gini kan?” tanya Ray lembut. Acha mencoba memejamkan matanya kemudian dia memandang Ray dan ozy secara bergantian. Acha gak bisa melakukan ini.. ini cukup susah.. Acha butuh waktu.

“Enggakk.. sorry.. gue belum bisa kasih pilihan sekarang… gue butuh waktu…” kata Acha masih terisak. Namapk wajah kecewa di wajah ozy dan Ray.

“Oke Cha.. mungkin ini sulit.. aku kasih kamu waktu sampai kamu siap… kalau kamu sudah siap, hubungi aku…” kata Ozy.

“Iya Cha.. gue juga setuju.. dan untuk mempermudah loe, mungkin gue gak akan nemuin loe untuk waktu dekat ini…” kata Ray, Nampak wajah lega di wajah Acha.

“makasih…” kata Acha. akhirnya Ray dan ozy memberikan Acha waktu untuk berfikir.

***

Kenapa aku harus dihadapkan pada pilihan seperti ini?
Aku jatuh pada dua pilihan hati yang sulit…
Aku cinta kamu, tapi aku juga cinta dia… -Larissa-

Sudah 1 minggu setelah Ray dan ozy memberiku waktu berfikir dan seperti janji Ray dia sama sekali tak mendekatiku untuk memberiku waktu berfikir, tapi sampai sekarang aku sama sekali belum menemukan jalan jawaban, aku bingung harus bagaimana lagi, aku jatuh di dua pilihan hati yang sulit.
Oik sebagai sahabatku sudah mengetahui kegalauanku, dia juga merasa kasihan denganku.

Saat ini aku sedang duduk termenung di taman sekolah sampai sesetang datang.
“Hey…” sapanya. Aku kenal suara itu, akupun mendongakkan kepalaku dan benar tebakanku.
“Kak Ray…” dia kak Ray, dia menemuiku setelah 1 minggu tak menemuiku, aku merasa senang sekali, karena jujur aku sangat merindukannya.

“maaf kalau gue ngelanggar janji gue untuk gak nemuin loe..” kata Ray.

“Gak papa kok kak Ray… gue seneng karena loe mau nemuin gue… gue kangen sama loe Kak Ray…” kataku girang. Tak seperti kak Ray yang ku kenal dia hanya tersenyum tipis menangapi kata-kataku.

“Maafin gue ya kalau gue menjadi penghalang antara loe sama kak Ozy… kalau aja gue gak pernah dateng di kehidupan loe, loe gak akan kayak gini…” katanya sambil menatap lurus taman itu.

“Loe ngomong apa sih kak? Gue sama sekali gak nyalahin karena loe masuk ke kehidupan gue… malahan gue terimakasih banget sama loe karena loe udah mewarnai hidup gue…sebelumnya gue sama sekali gak pernah ngerasa sebahagia ini kalau sama cowok…” kataku, tapi lagi-lagi dia hanya tersenyum tipis.

“Apa loe udah ada jawaban?” tanyanya datar, aku hanya menggeleng.

“Gue udah duga, memang sulit untuk memilih siapa yang akan loe jadiin pilihan hati loe…” katanya. Aku tertegun mendengar perkataannya.

“Cha…” panggilnya.

“Ya kak..” jawabku.

“Cinta itu gak harus memiliki kok, dan cinta itu bukan sekedar kata-kata. Cinta yang sejati akan selalu ada di hati… jadi kalau emang loe gak milih gue, gue bisa terima kok… karena cinta gue akan terus abadi hati loe dan hati gue…” katanya membuatku benar-benar tertegun.

“Buat gue cinta itu bukan pilihan jadi loe gak mesti milih diantara cinta itu Cha… dan seandainya loe butuh keputusan loe tanya sama hati kecil loe… apa yang harus loe lakuin. Jawaban dari hati kecil loe itu adalah jawaban terbaik karena itu muncul dari diri loe…” kata kak Ray. Hati kecil? Benar! Hati kecilkulah yang akan menjawab semua ini.

Entah mengapa setelah mendengar perkataan kak Ray aku menjadi sadar tentang pilihan hatiku. Dan kini aku sudah menentukan pilihan hatiku. Ya! Pilihan hati yang muncul dari hati kecilku.

Akupun beranjak berdiri dari bangku itu, sejurus kemudian aku menatap kak Ray.

“terimakasih kak… berkat kakak aku tahu harus memilih apa..” kataku sambil tersenyum. Kak Ray hanya membalas senyumanku dengan senyuman.

“Besok jam 5 di Virgo café…” kataku. Kak Ray hanya mengangguk, akupun langsung pergi dan menghubungi kak Ozy.

***

Saatnya aku memilih…
Saatnya aku menentukan pilihan hatiku…
Siapapun yang aku pilih, itulah yang terbaik…
Karena pilihan ini muncul dari hati kecilku… -Larissa-

@virgo café – 17.14

Aku sengaja terlambat untuk menuju virgo café aku hanya ingin memberi waktu kak Ray dan Kak Ozy ngobrol, tapi ternyata yang aku lakukan salah, mereka sama sekali tidka berbicara, mereka hanya diam dengan tatapan sangar.

“Sorry Acha telat..” kataku. Akupun segera mengambil duduk di antara mereka berdua. Kami memilih meja yang berada di halaman agar bisa menikmati udara.

“udah pada pesen?” tanyaku basa-basi.

“gak usah Cha… sekarang apa jawabanmu?” Ozy nampak tak sabar sedangkan Ray tenang-tenang saja.

“Apa gak sebaiknya kita makan dulu…” kataku.

“Ayolah Cha…” kata ozy tak sabar. Aku menatap Ray dan Ray hanya mengisyaratkan padaku ini semua terserah padaku.

“Oke kalau memang kamu pingin aku kasih pilihan sekarang…” kataku. Akupun menghela nafas.

“Awalnya Acha bingung harus bagaimana, tapi kemarin Acha di datengin oleh seoarang cowok yang menyadarkan Acha untuk memilih sesuai hati kecil Acha…” kataku sambil tersenyum pada kak Ray.

“Terus?” tanya kak Ozy.

“Setelah Acha berfikir dan bertanya pada hati kecil Acha, Acha sadar dan Acha sudah memiliki jawaban untuk saat ini…” kataku. Aku sedikit menberi jeda pada kalimatku, aku mencoba mengela nafas.

“Untuk saat ini Acha memilih…………………………………………………….” Aku berhenti sejenak dan menatap dua cowok yang sudah berharap-harap cemas menanti jawabanku.

“Acha memilih, untuk tidak memilih siapapun…” kataku memebri jawaban. Namapk kak Ozy sangat kecewa, dan kak Ray sedikit kecewa namun Kak Ray mencoba untuk menghargai pilihanku.

“Maaf, untuk sekarang ini Acha gak bisa memilih salah satu diantara kalian berdua…” kataku.

“Tapi kenapa Cha?” tanya kak Ozy tidak  puas dengan jawabanku.

“Cinta itu bukan pilihan kak… dan Acha yakin kalau memang kakak sayang sama Acha cinta Acha akan terus di hati kakak… untuk saat ini Acha belum bisa memilih diantara kalian…kalian begitu berharga untuk Acha… Acha gak mau menyakiti salah satu diantara kalian… lagipula Acha juga mau konsentrasi dulu sama prestasi Acha… Jadi maaf…” kataku. Kulihat Kak ozy sudah cukup menerima keputusanku.

“Oke Cha.. kakak ngerti kok sama keputusanku… maaf ya kalau selama ini kakak terkesan memaksa kamu…” kata kak Ozy.

“Iya kak.. Acha juga minta maaf… tapi percaya sama Acha, Acha sama sekali gak menyesal pernah mencintai kak Ozy dan kak Ray” kataku tulus.

“Oke kalau, Acha udah memebrikan jawaban kak, lebih baik Acha pulang aja deh… lagian Acha besok ada ulangan…” kataku beranjak berdiri dan hendak pergi.

“Tunggu Cha..” tiba-tiba suara kak Ray menahanku.

“Iya kak?” tanyaku.

“Kamu tetap ada di hatiku…” Astaga ini pertama kalinya dia menggunakan aku kamu.

Akupun tersenyum dan kembali jalan, namun aku mengentikan langkahhku ketika aku ingat sesuatu.

“Hey boys… ini bukan jawaban terakhir loh… hatiku masih terbuka lebah untuk yang masih mencintaiku… masih ada kesempatakan kok…:)” kataku tersenyum nakal sebelum aku melanjutkan langkahku aku sempat melihat mereka tesenyum bahagia atas harapan yang aku beri. Harapan ini bukan sekedar harapan loh.. aku benar-benar masih meberi mereka kesempatan untuk mereka yang masih mencintaiku.

“Achaaa… Aku akan buktiin kalau aku sayang sama kamu…” tak lama tersengar suara teriakan kak Ozy mengiringi langkahku.

“Achaaa… kamu tetap di hatiku… aku akan buktiin itu…” kali ini teriakan Kak ray yang mengiringi langkahku. Akupun hanya bisa tersenyum malu. Dan akhirnya berkat hati kecilku aku bisa menemukan Pilihan Hati…

-SELESAI-

Rabu, 15 Juni 2011

KEBERANIAN, KEYAKINAN dan PENGORBANAN

masih ingat dengan petualan RAR? penasaran gak sama kelanjutannya? bagaimana cara mereka keluar dari masalah ni? apakah akhir cerita ini benar-benar akan berakhir...? atau ? hahaha... sudahlahh kita lihat sajaaa..

check this Out :)

***


***
“KYAAAAA!!!”
“I…..i….t….t….u…u…”
“Hanya 24 Jam.. selamatkan kami dan temanmu atau kita tak akan pernah bisa keluar…”

***

“KYAAAAA!!!” teriak Ray kaget saat melongokkan kepalanya ke dalam mulut sumur.

“I…i…t…t…u…u…” Ray teraggap setelah melihat banyak orang yang mati membusuk dalam sumur itu.

“Iyaaa…” jawab cewek itu datar.

“Ta…tapi…” kata Ray tergagap.

“Dia adalah korban yang gagal keluar dari sini…” kata gadis itu. Ray semakin bingung.

“mak,maksud loe?” tanya Ray bingung.

“Aku dan kakakku akan bernasib sama jika kau tak menolongku…” kata gadis itu.

“Ka,kakak? ta,tapi ke,kenapa, bi,bisa?” tanya Ray masih tergagap.

“Kami menerima surat tantangan dari SMA 666…” jawab cewek itu.

“Su,surat tantangan? Su,surat apa?” tanya Ray masih bingung.

“malam itu aku dan kakakku sedang bernyanyi-nyanyi di balkon kamarku sampai surat itu datang...” kata gadis itu seraya menerawang kejadian yang pernah dia alami dengan kakaknya.

FLASHBACK ON::

“theres only one way two say those three words and that's what i'll do…”saat itu aku dan kakakku sedang menyanyikan lagu 1,2,3,4 dari Plain White T’s tiba-tiba sebuah kertas diterbangkan menuju balkonku dan tepat berada di depanku dan kakakku.

“eh… apa ini?” tanya kakakku seraya mengambil surat itu.

“Gak tahu kak Oik… coba aja di buka…” kataku padanya.

“iya Ris…” kata kakakku kemudian membuka surat itu, aku melihat kakakku membaca surat itu tiba-tiba air mukanya berubah menjadi takut dan surat itu terlepas dari tangannya.

“Kenapa kak?” tanyaku, kakakku sama sekali tak menjawab karena heran aku memutuskan untuk mengambil surat itu dan membacanya.

“Datanglah jika kau berani… bawa serta adikmu… ini bukan ajakan tapi ini tantangan, jika kau tak datang, maka kau dan adikmu akan mati…”aku membaca surat itu dan sejurus kemudian air mukaku tak jauh beda dengan kakakku setelah membaca surat itu.

“Apa maksudnya ini kak?” tanyaku masih bergetar.

“Entahlah Ris… kita harus datang… ini bukan main-main…” kata kakakku dengan tatapan kosong, seperti dia terhipnotis.

“Tap,tapi kak…” kataku tak yakin.

“POKOKNYA KITA DATANG! SMA 666…” katanya dengan nada tinggi, entah mengapa sikapnya malam itu sangat mengerikan aku hanya bisa menuruti katanya dan kamipun masuk ke SMA 666 setelah kakakku mengajukan kepindahan sekolah.

FLASHBACK OFF::

“Dan seterusnya sama seperti apa yang dialami olehmu dan teman-temanmu…” kata gadis itu.

“Teman-teman gue… dari mana kau tahu tentang teman-teman gue…” tanya Ray bingung.

“Suara…” kata gadis itu. “Suaramu dan suara teman-temanmu terdengar jelas oleh telingaku…” lanjutnya.

“Bagaimana bisa? Dan bagaimana bisa gue sampai di sini?” tanya Ray masih bingung.

“Semua yang menerima surat itu akan datang ke salah satu tempat dari 3 tempat pembunuhan…” kata gadis itu.

“Ta,tapi gue gak pernah menerima surat itu…” kata Ray.

“Mungkin bukan kamu tapi temanmu…” kata gadis itu. Ray seraya berfikir.

“Rio…” lirih Ray.

“Larissa…” tiba-tiba seoarang gadis dengan langkah yang meraba-raba datang. Sang empunya namapun menengok dan menyambut sang empunya suara.

“Kak Oik…” kata gadis itu yang bernama Larissa sambil meraih tangan kakaknya.

“Apa ada orang di sini?” tanya kakaknya seakan meraba-raba keadaan.

“Iya kak.. dia yang akan menolong kitaa…” kata Larissa.

“Dia kakak loe?” tanya Ray.

“Iya dia kak Oik..” jawab Larissa.

“Diaa…” kata Ray tak berani melanjutkan kata-katanya.

“Iya… dia buta, pembunuh itu mencongkel kedua mata kak Oik ketika kak Oik hendak melawannya, untung saja aku dan kakakku bisa kabur…” tutur Larissa.

“Siapa dia Ris?” tanya Oik.

“Dia penolong kita kak… dia adalah jawaban untuk pertanyaan kita kak…” kata Larissa girang. Mendengar itu Ray merasa malu, dirinya yang selama ini pengecut ternyata diharapkan menyelamatkan nyawa 2 gadis yang sangat mengaharpkan bantuannya.

“Gue? Penolong? Bagaimana mungkin? Gue hanya seorang pengecut…” batin Ray tertunduk.

“Ka,kamu… terima kasih…” kata Oik sambil meraba-raba lembut wajah Ray, seraya ingin melihat wajah penolongnya itu. Ray semakin malu, kali ini dia benar-benar diharapkan untuk menjadi penolong. Ray bingung mau menjawab apa tapi tiba-tiba kata-kata yang ray paling takuti keluar dari mulutnya tanpa dia sadari.

“I,iya gue akan tolong kalian…” kata Ray tanpa sadar. Kata-kata itu membuat Larissa dan Oik semakin berharap pada pertolongan Ray tapi kata-kata itu juga membuat ray merutuki dirinya sendiri sebagai pengecut. Waktupun terus berjalan.

***

“I…..i….t….t….u…u…” kata Rio kaget.

“Iya…itu laut kematian…” jawab gadis itu.

“La,laut kematian? Maksudnya?” tanya Rio heran, sejurus kemudian gadis itu menatap Rio, kali ini tatapannya sejuk dan lembut.

“Tolong aku… aku tak ingin mati… tolong aku…” kata gadis itu.

“Ma,mati? Ta,tapi.. ke,kenapa bisa?” tanya Rio heran.

“Pembunuh itu menjebakku…” katanya.

“Menjebak?” tanya Rio.

“Surat tantangan itu…” kata gadis itu.

“Surat tantangan? Jadi loe juga dapet?” tanya Rio.

“Ya, dan aku melakukan kebodohan karena menerimanya…” kata gadis itu.

“Tapi kenapa loe bisa di sini?” tanya Rio heran.

“Aku juga gak tahu… tiba-tiba saja aku berada di sini, mungkin arwah korban sebelumnya yang sudah membawaku ke sini…” kata gadis itu.

“Jadi tadi kita?” tanya Rio.

“Ya, kita di bawa oleh arwah penasaran di pantai ini…” jelas gadis itu.

“Tapi elo bukan…” kata Rio waswas takut-takut gadis itu juga hantu.

“Bukan…gue Cuma korban nama gue Alyssa tapi kalau kita tidak segera pergi dari sini kita akan menjadi seperti mereka…” kata gadis iyang bernama Alyssa itu. Rio semakin heran dia hanya bisa terdiam dan menatap ngeri laut kematian itu, dia kuatir dengan keadaan teman-temannya, dia merasa bersalah karena kebodohannya menerima tantangan itu dia dan teman-temannya berada dalam bahaya. Waktupun terus berjalan.

***

“Hanya 24 Jam.. selamatkan kami dan temanmu atau kita tak akan pernah bisa keluar…” kata gadis itu yang kembali pingsan dan tubuhnya sangat dingin.

“24 jam? Apa maksudnya?” tanya Alvin dalam hati, saat ini dia benar-benar bingung mau berbuat apa. Apa semuanya sudah terlambat? Bagaimana cara keluar dari tempat ini? dan dimana Ray dan Rio? Alvin benar-benar bingung.

Setelah gadis itu pingsan Alvin terpaksa menggendongnya masuk ke dalam rumah tua itu, awalnya Alvin takut tapi dia tidak mungkin membiarkan gadis itu tergeletak di luar yang sangat dingin, dengan segenap keberaniannya Alvin menggendong gadis itu dan memasuki rumah tua itu.

Setibanya di dalam rumah tua itu Alvin merasakan kengerian tapi dia harus menebang semua ketakutannya dan meletakan gadis itu di kursi yang berada dalam rumah tua itu. sejenak setelah gadis itu dibaringkan di kursi Alvin hendak mencari sesuatu untuk menghangatkan tubuh gadis yang dingin itu tapi saat Alvin hendak melangkah tangannya di tahan.

GYUT…

“eh…” Alvin membalikkan bandannya dia lihatnya gadis itu sudah setengah sadar dan tangannya menahan langkah Alvin.

“Loe udah sadar?” tanya Alvin.

“Selamatkan aku…” kata gadis itu lemas. Alvin berusaha mendekatkan dirinya pada gadis itu, ketika dia mendekatkan dirinya pada gadis itu dia melihat sebuah liontin bertuliskan ‘Sivia’

“Sivia? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu, tapi dimana ya?” batin Alvin bingung.

“Selamatkan aku…” kata gadis itu benar-benar lemas.

“Apa maksud loe?” tanya Alvin.

“Dia telah mengambil seluruh keluargaku…” kata gadis itu.

“Mengambil? Apa maksud loe?” tanya Alvin semakin tidak mengerti.

“Dia membunuh seluruh keluargaku…” katanya.

“Keluarga yang terbunuh? Tunggu ! aku ingat dia.. dia yang beberapa minggu lalu berada di koran. Dia anak dari pengusaha pemilik Azizah corporation. Dia korban penculikan setelah keluarganya di bunuh…” batin Alvin.

“Lo,loe anak pemilik Azizah corporation?” tanya Alvin. gadis itu mengangguk lemas.

“Tapi kenapa loe ada di sini?” tanya Alvin.

“Surat tantangan itu… sehari setelah seluruh keluargaku di bunuh aku menerima surat tantangan itu, kalau aku mau bertemu dengan keluargaku lagi, aku harus masuk ke SMA 666…” jelas Sivia dengan sisa-sisa tenaganya.

“Surat tantangan? Jangan-jangan… Rio juga menerimanya, makanya dia ngebet sekolah di SMA 666, dia kan gila tantangan… dasar Rio bodoh, gara-gara dia kita semua dalam bahaya…” rutuk Alvin dalam hati.

“Sudah berapa lama loe di sini?” tanya Alvin.

“Mungkin 1 minggu…” kata Sivia.

“Tanpa makan?” tanya Alvin. Sivia mengangguk.

“Mukjizat, dalam keadaan seperti ini loe bisa bertahan tanpa makan?” kata Alvin.

“Tapi aku sudah gak kuat… dalam waktu 24 jam kalau kita tidak segera keluar kita akan terjebak selamanya di sini..” kata Sivia.

“Tapi bagaimana bisa kau tadi tiba-tiba membawa gue ke sini?” tanya Alvin.

“Entalah, aku hanya berjalan dan menemukanmu dan mengajakmu berjalan bersamaku, tiba-tiba aku kembali ke sini lagi, tempat aku di sekap…selamatkan aku…” kata Sivia.

“Ta,tapi gimana caranya?” tanya Alvin, Sivia hanya bisa terdiam. Mereka sama-sama tidak tahu bagaimana cara menyelamatkan diri mereka. waktupun terus berjalan.


***


“Gimana gue bisa bantuin Larissa sama Oik? Gue kan penakut.. ke kamar mandi malem sendiri aja gue gak berani masak gue harus bebasin mereka dari tempat yang gue sama sekali gak tahu.. arghhh…” Ray mengacak-acak rambut gondrongnya  kesal, saat ini Ray sedang termenung memikirkan sebuah cara untuk menyelamatkan dia, Larissa dan Oik dari keadaan seperti ini. waktu sudah berjalan 5 jam. Ya selama 5 jam itu Ray terus berfikir cara untuk keluar dari hutan itu.

“Mungkin keberanian…” tiba-tiba Larissa datang dan mengambil duduk di sebelah Ray.

Ray tertegun mendengar perkataan Larissa.

“Keberanian? Tahu dari man aloe?” tanya Ray.

“Entahlah, aku hanya asal berbicara… tapi aku yakin dengan keberanian kita bisa keluar dari sini…” kata Larissa. Ray Nampak berfikir.

“Keberanian? Darimana gue bisa dapet keberanian itu?” batin Ray tertunduk.

“Tapi…” kata Ray ragu.

“Kamu gak sendiri kok, ada aku kan kak Oik yang bakalan bantu kamu…” kata Larissa tersenyum tulus. Ray tertegun mendengar kata-kata Larissa.

“L,loe… sifat loe beda banget sama yang tadi, waktu pertama loe tarik gue ke sini…” kata Ray heran. Larissa hanya tersenyum tipis.

“Maaf soal yang tadi, sebenrnya aku gak sedingin itu… aku hanya terlalu putus asa…” kata Larissa.

“kasihan gadis ini… dia sudah cukup menderita terjebak dalam hutan ini…” kata Ray sambil menatap Larissa kasihan.

“Gadis ini bener… gue harus berani, saatnya gue buktiin kalau gue bukan penakut dan gue seorang yang pemberani…” batin Ray sejurus kemudian beranjak berdiri dan langsung meraih tangan Larissa.

“eh..” tanggap Larissa saat tangannya tiba-tiba diraih oleh Ray sejenak setelah Ray beranjak.

“Kita harus segera pergi… waktu kita tak banyak…” kata Ray menatap Larissa penuh keyakinan, nampak senyum tersungging di bibir Larissa, Larissapun beranjak berdiri. Akhirnya Ray, Larissa dan Oik mulai petualangna mereka untuk keluar dari hutan itu.

***

“Gimana caranya kita keluar dari sini?” tanya Rio saat dia dan Alyssa sedang bingung mencari jalan keluar. Waktu juga sudah berjalan 5 jam.

“Entahlah, aku juga bingung, aku sudah berusaha untuk keluar dari sini percuma… paling mentok aku hanya bisa berpindah dari pantai ini ke sekolah dan aku tidak bisa keluar dari sekolah…” jelas Alyssa.

“Gimana car aloe bisa pindah dari pantai ini ke sekolah?” tanya Rio.

“Keyakinan…” kata Alyssa, Rio mengerutkan keningnya.

“Keyakinan? Maksud loe?” tanya Rio.

“Aku meyakinkan diriku kalau aku bisa keluar dari pantai ini tetapi entah kenapa paling mentok aku hanya pindah ke sekolah petaka itu.” kata Alyssa.

“Jadi.. kita hanya perlu yakin?” tanya Rio.

“Mungkin saja.. yang aku tahu hanya dengan itu aku bisa keluar dari pantai ini, tapi tidak mudah untuk mendapatkan keyakinan itu…” kata Alyssa.

“maksudnya? Apa susahnya mendapatkan keyakinan itu.” kata Rio.

“Jangan salah, aku sudah ribuan kali mencoba yakin tapi baru beberapa hari ini aku bisa melakukan perpindahan itu…” kata Alyssa. Rio semakin mengerutkan keningnya.

“Kalau begitu ajari gue untuk yakin…” kata Rio.

“Tidak bisa…” kata Alyssa.

“Loh gimana sih loe.. elo yang suruh gue bantuin loe keluar dari sini, tapi kenapa loe gak mau bantuin gue mendapatkan keyakinan…” kata Rio sebel. Alyssa hanya tersenyum.

“Keyakinan itu tidak bisa di buat dengan cara begitu… keyakinan itu muncul secara langsung dari hatimu…” kata Alyssa.
“Dari dalam hati? Maksudnya?” tanya Rio lagi.

“Pikirkan siapa-siapa saja orang yang ingin kamu sayangi dan tak ingin kamu tinggalkan.. yakinkan hatimu kalau kamu akan bertemu mereka, jadikan mereka motivas untukmu…” kata Alyssa. Rio tertegun.

“Ray, Alvin…” kata Rio teringat sahabatnya. Sejurus kemudian Rio mencoba menutup matanya dan dia duduk bersila di pasir, dia biarkan udara pantai kematian merasuki tubuhnya dia mencoba mengumpulkan segenap keyakinannya. Alyssa yang melihat Rio mulai menyusun keyakinannya itupun melakukan hal yang sama.

***

“Gimana? apa loe bisa jalan?” tanya Alvin pada Sivia yang mencoba bangkit dari tidurnya. Waktu sudah berjalan 5 jam.
“Aku coba…” kata Sivia mencoba bangkit.

“Ah…” Sivia terjatuh karena dia tak sanggup berdiri, untung saja Alvin respect menolongnya.

“Eh…” Alvin berusaha menahan tubuh Sivia yang nyaris terjatuh.

“Loe gak papa kan?” tanya Alvin.

“Gak papa kok.. kita harus segera pergi dari sini, waktu kita semakin habis,, tinggal 20 jam lagi…” kata Sivia berusaha bangkit lagi namun  kali ini di cegah oleh Alvin.

“Udah gak usah di paksaain lagi, loe terlalu lemes..” kata Alvin menahan gerakan Sivia.

“Ta,tapi… kalau aku gak bangun kita gak akan bisa keluar dari sini…” kata Sivia. Alvin tak berkata apapun dia hanya berjongkok membelakangi kursi di mana Sivia terbaring.

“Ka,kamu…” kata Sivia kaget.

“naik ke pundak gue.. gue akan gendong loe sampai kita bisa keluar dari sini…” kata Alvin.

“Ta,tapi…” kata Sivia ragu.

“Waktu kita tak lama…” kata Alvin. Siviapun mengalah dan dia pun naik ke pundak Alvin. kemudian Alvin menggendong Sivia dan mulai berjalan mencari jalan keluar.

“Maafin aku, karena aku kamu jadi berkorban seperti ini…” kata Sivia dalam gendongan Alvin.

“Gue harus berkorban kalau kita mau keluar dari sini…” kata Alvin terus berjalan. Sivia hanya tersenyum dalam gendongan Alvin.

***

Keberanian Ray

“Kita di mana Ris?” tanya Oik saat dia diajak jalan oleh Larissa dan Ray. Ray, Larissa dan Oik sudah berjalan cukup lama, sekitar 9 jam berarti waktu mereka tinggal 10 jam lagi.

“Kita akan segera keluar dari sini kak…” kata Larissa berbinar sambil mengandeng kakaknya. Terlihat wajah Oik menjadi berbinar. Ray hanya tersenyum saat melihat rona bahagia di wajah Larissa dan Oik.

Mereka bertiga terus berjalan menyusuri hutan tiba-tiba Ray melihat secercah cahaya di ujung jalan yang mereka susuri.
“Larissa.. lihat itu.. ada cahaya…” kata Ray sambil menunjuk secerca cahaya itu.

“Cahaya? Akhirnya ada cahaya… mungkin itu jalan keluar kita. ayo kita harus segera ke sana..” ajak Larissa.

“Apa kita akan selamat?” tanya Oik.

“Iya kak.. kita akan selamat.. ayoo kita harus segera ke sana..” ajak Larissa. mereka bertigapun mempercepat langkah mereka tapi tiba-tibadi tengah jalan mereka bertiga di hadang oleh sekumpulan mayat hidup yang bergentayangan di hutan itu sontak mereka berteriak kecuali Oik yang tidak bisa melihat apa yang ada.

“KYAAAAA!!” teriak Larissa dan ray bersama. Ray sangat takut sekali. Hal yang dia takuti benar-benar terjadi, dia bertemu dengan hantu, makhluk yang paling dia takuti selain Tuhan.

“MAMAAA!!!” teraik Ray kencang. Tubuhnya bergetar dan bulu kuduknya berdiri semua.

“GRAA.. GWRA…” segerombolan mayak hidup itu semakin mendekati Ray, Larissa dan Oik.

“A,ada apa Ris?” tanya Oik bingung bercampur panic.

“Ma,mayat hidup kak..” jawab Larissa panic.

“Kyaa..” Ray Nampak panic sekali, lebih panic dari Larissa.

“Gimana nie Ray…” kata Larissa panic.

“gu,gue juga gak tahu…gu,gue takuttt…” kata Ray bergetar, keringatnya sudah mengucur dan bulu kuduknya semakin berdiri.

“Te,terus gimana? kamu udah janji kan bakalan bantuin aku dan kakakku keluar dari sini.. tunjukin kalau kamu berani!” kata Larissa.

“GUE GAK BERANI! GUE TAKUT!” teriak Ray ketakutan dan kali ini bercampur air mata.

“GRA.. GRAUW…” mayat-mayat itu terus mendekat.

“Ris apa yang terjadi?” tanya Oik.

“hikshiks.. Larissa gak tahu kak.. Larissa takut…” kata Larissa menangis. “Gue mohon tolong!!” pinta Larissa pada Ray.
“ENGGAK! GUE GAK BERANI!” teraik Ray benar-benar ketakutan.

“KAMU BERANI!!!!!!!!!” kata Larissa berteriak kencang. Suasana benar-benar genting saat ini.

“GAK BISA! GEU GAK BERANI!” kata Ray keringat dingin dia mengambil jarak menjauh dari Larissa dan Oik.

“TUNJUKIN KEBERANIANMU!!!!!!!!!!” teraik Larissa sekencang-kencangnya. Ray mencoba menetralisir ketakutannya. Dia mencoba mengatur nafasnya.

“Gue gak bisa…gue takut…” ucap Ray lirih, semakin lama mayat itu semakin dekat.

“Mama bantu aku…” kata Ray tanpa sadar mayat itu sudah sangat dekat dan menangkap Larissa dan Oik.

“KYAAAA!!!” teriak Larissa yang tangannya sudah diraih oleh mayat-mayat hidup ini. sontak Ray mendongak kearah Larissa.

“LARISSA OIK!” teriak Ray kaget.

“TOLONG!!!!!” teriak Larissa.

“LARISSA!” Ray hanya bisa berteriak memanggil Larissa tanpa berani menyelamatkan Larissa dan Oik.

“TOLONG!!” teriak OIk.

“OIK!!!” teriak Ray.

“TUNJUKIN KEBERANIANMU! AYOOO!! SELAMATKAN KAMI!!!!!” pinta Larissa. Ray mencoba tenang dan mengumpulkan segenap keberaniannya.

“Gue bisa.. gue harus berani.. keberanian kuncinya!” kata Ray meyakinkan dirinya.

“LARISSA OIK! Gue akan selametin loe…” kata Ray sejurus kemudian Ray mendekat dan mencoba menyelamatkan Larissa. dia mememdam segala ketakutannya, yang ada dalam diri Ray sekarang adalah keberanian.

“CIATTTT!!!” Ray melawan seluruh mayat itu dan berusaha menyelamatkan Larissa dan Oik. Dengan segenap tenaga dan keberaniannya Ray melawan mayat hidup itu, maka terjadilah pertarungan diantara Ray dan mayat hidup itu.

***

Keyakinan Rio

Sudah  berjam-jam Rio mengumpulakn keyakinannya dengan Alyssa. Mata Rio terus tertutup selama kurang lebih 9 jam, memang benar kata Alyssa, sulit untuk mengumpulaan sebuah keyakinan yang akan membuat kita berpindah ke sekolah itu.

Mungkin karena Rio tipe orang yang tak sabar dia membuka matanya, perlahan matanya terbuka dan saat matanya terbuka dia melihat sosok yang sama seperti yang pernah dia lihat di kelas, cewek dengan lumuran darah di kepalanya.

“KYAA!” teriak Rio langsung tersentak jatuh ke belakang.

“Konsentrasi…” kata Alyssa yang matanya masih terpejam.

“Ta,tapi… hantu…” kata Rio kali ini ketakutan.

“Itu Cuma godaan… kita harus temukan keyakinan itu…” kata Alyssa.

 Rio mencoba mengontrol ketakutannya dan dia kembali berkonsentrasi dan memejamkan matanya, awalnya dia tidak bisa berkonsetrasi karena godaan-godaan dari arwah gentayangan di laut itu.

“Lys..” panggil Rio masih belum bisa konsetrasi.

“Apa?” jawab Alyssa.

“Kok loe bisa sih konsetrasi… loe juga gak takut??” tanya Rio.

“Karen ague udah biasa dan gue memiliki kemauan untuk keluar dari sini…” kata Alyssa

“Tapi itu susah.. sudah berjam-jam kita di sini…tapi hasilnya…” kata

“Shutt… pikirkan saja orang yang kamu cintai… dan yakin tidak ada hal yang mustahil” kata Alyssa masih terpejam.
Rio berdiam sejenak, pikirannya kembali pada Ray dan Alvin, sahabat yang paling dia sayangi, sahabat yang sekarang sedang terjebak dalam bahaya karena ulahnya. Selain itu dia juga memikirkan keluarga yang akan kehilangan dia kalau di gagal keluar dari tempat terkutuk itu.

“Ray… Alvin…Mama…Papa…” kata Rio mencoba konsentrasi lagi.

“Gue yakin Gue akan keluar dari tempat ini, Gue yakin aku akan keluar dari tempat ini, Gue yakin Gue akan keluar dari tempat ini…” Rio terus mengucapkan kata-kata itu sembari menyusun keyakinan dalam dirinya.

***

Pengorbanan Alvin

Sudah berjam-jam –sama seperti lamanya Rio memejamkan matanya dan Ray berjalan menyusuri hutan- Alvin menggendong Via, mereka terus berputar-putar mengelilingi sekitar rumah tua itu, tapi hasilnya mereka terus kembali ke rumah tua itu. berjam-jam jalan mengendong seseorang dalam pundaknya bukan hal mudah, kalau boleh jujur Alvin sangat lelah langkahnya mulai terbata-bata. Kalau bukan karena pengorbanannya untuk keluar dari tempat itu dan mengelamatkan Sivia, mungkin Alvin sudah lama menjatuhkan Sivia tapi dia tidak tega karena Sivia sudah cukup lelah selama 1 minggu hidup tanpa makanan.

Alvin terus berusaha berjalan namun mereka kembali ke rumah tua itu lagi. ini sudha yang ke 15 kali mereka kembali lagi ke rumah tua itu setelah jalan cukup lama.

“Astaga! Rumah ini lagi…” rutuk Alvin.

“Kita kembali ke sini lagi?” tanya Sivia dalam gendongan Alvin.

“Gue rasa gitu deh…” jawab Alvin.

“Ah…” gendongan Alvin semakin melemas.

“Eh…” kata Sivia kaget.

“So,Sorry…” kata Alvin berusaha menaikan gendongannya namun tubuhnya melemas tangannya bergetar.
“Turunin aku…” pinta Sivia.

“Enggak… loe masih lemes…” kata Alvin tak mau menurunkan Sivia.

“Tapi kamu lebih lemas… kamu sudah menggengdongku lebih dari 7 jam… turunkan aku…” pinta Sivia.

“Tidak.. sebuah pengorbanan tidak boleh setengah-setengah…” kata Alvin.

“Ta,tapi…” kata Sivia. Alvin tidak menggubrisnya dia terus berjalan dengan menggendong Sivia. Pengorbanan Alvin terus berjalan dan sering juga Alvin terjatuh, namun saat Sivia meminta di turunkan Alvin menolak dan tetap berjalan sambil menggendong Sivia.

3 jam kemudian Alvin benar-benar merasa lelah dia terjatuh bersama dengan Sivia.
BRUKKK

Alvin ambruk dan dia nyaris saja pingsan, wajahnya sudah pucat, bibirnya sangat kering.
“Ka,kamu..” kata Sivia panic.

“ka,kamu gak papa kan?” tanya Sivia panic. Alvin menggeleng lemas dia berusaha bangkit.

“Gak.. gue gak papa…” kata Alvin berusaha bangkit, dia mencoba menatap wajah Sivia, tiba-tiba yang dia lihat dari wajah Sivia adalah seorang gadis dengan lumuran darah di wajahnya.

“KYAAA!!!!” teriak Alvin kaget.

“Loh.. kamu kenapa?” tanya Sivia panic.

“Ha,hantuuu!!” teriak Alvin sambil menunjuk-nunjuk Sivia.

“hantu? Mana?” tanya Sivia bingung.

“Lo,Loe hantu…” kata Alvin panic.

“A,aku.? Aku bukan hantu.. aku Sivia… ini aku Sivia…” kata Sivia meyakinkan Alvin.

“Wajah loe.. wajah loe… kyaa…” teriak Alvin.

“Wajahku? Kenapa dengan wajahku… ini aku.. aku Sivia…” kata Sivia.

“KYAAAA!!!” teriak Alvin menutup wajahnya.

“Please.. lihat aku lagi… ini aku Sivia.. jangan takut.. Cuma kamu yang bisa bantu aku…” kata Sivia. Alvin berusaha tenang dan perlahan dia membuka tangannya, memang benar itu Sivia.. jadi wajah tadi? Hanya halusinasi.. mungkin Alvin lelah.

“Sivia…” kata Alvin.

“Iya ini aku Sivia…” kata Sivia.

“Sorry.. tadi gue lihat wajah loe bener-bener nyeremin…” kata Alvin. Sivia menghela nafas.

“Mungkin kamu terlalu lelah, berjam-jam kamu menggendongku. Aku juga sering mengalamu halusinasi seperti itu…” kata Sivia. “Yasudah kita lanjutkan lagi perjalanan kita… Aku sudah agak enakkan kok…” kata Sivia. Alvin Cuma bisa mengangguk. Merekapun melanjutkan perjalanan mereka.

***

Hasil dari Keberanian Ray

Sekitar 5 jam lamanya Ray melawan segerombolan mayat hidup. Tak mudah untuk melawan sekitar 20 mayat hidup yang selalu bangkit lagi ketika di matikan. Ray mulai lelah tapi tidak ada satupun mayat yang mati.

“hoshos…” nafas ray mulai terengah-engah.

“Larissa. aku udah gak kuat…” kata ray sambil menepis beberapa perlawanan dari mayat hidup itu.

“KEBERANIAN! GUNAKAN ITU UNTUK MELAWANNYA! KEBERANIAN!” teriak Larissa yang masih di pegang oleh beberapa mayat.

“GUNAKAN KEBERANIANMU! MAYAT HANYALAH MAYAT MEREKA SUDAH MATI!” kali ini Oik ikut menyemangati Ray walaupun dirinya masih di tahan oleh mayat hidup itu.

Ray merasa mendapatkan sebuah kekuatan saat di beri semangat oleh Larissa dan Oik.

“Larissa, Oik…” kata Ray sejenak dia berfikir.

“benar.. sebuah keberanian… selama ini aku tak pernah berani.. saatnya aku meluapkan semua keberanianku… mayat hanyalah mayat mereka sudah mati… seharusnya aku bisa melawan mereka sejak awal.. sebuah keberanian!!!!” batin ray.

“KEBERANIAN!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!” teriak Ray penuh keberanian. Seketika muncul cahaya dari tubuh Ray, seperti kekuatan gaib yang tak bisa di percaya, namun inilah yang terjadi pada Raynald Prasetya karena sebuah keberanian. Seketika seluruh mayat tadi lenyap satu persatu puluhan mayat itu musnah, Ray tidak menyangka dengan sebuah keberanian dia bisa melawan puluhan mayat, hal yang selama ini dia takuti.

“Gue… gue berhasil…” kata ray sambil tak menyangka.

“Kamu berhasil…” girang Larissa mendatangi Ray bersama dengan Oik.

“Terima kasih … terima kasih…” kata Oik tulus.

“Ini juga berkat kalian…” kata Ray. “yasudah waktu kita tak lama lagi… kita harus segera menembus cahaya itu….” kata ray.

“Iya…” jawab Larissa girang. Mereka bertigapun segera berlari menembus cahaya itu. seketika mereka semua hilang di telan cahaya itu.

***

Hasil dari Keyakinan Rio

5 jam kini sudah berlalu lagi, selama 5 jam itu Rio tak lepas dari godaan, bisikan-bisikan setan dan sentuhan-sentuhan arwah yang sangat membuat Rio tak berkonsetrasi. Sudah berjam-jam Rio mencari Keyakinan itu tapi percuma. Rio marah, Rio sebel. Dia memutuskan untuk mengehntikan semua itu.

“CUKUP!” Alvin membuka matanya dan beranjak berdiri. Alyssa tersentak kaget dan dia ikut membuka mata dan beranjak berdiri.

“Kenapa?” tanya Alyssa.

“Percumaa!!! Sudah hampir 20 jam kita melakukan hal bodoh ini… semuanya percuma. Kita tak bisa diam saja, lebih baik aku melawan ratusan mayat daripada duduk diam hanya untuk mencari sebuah keyakinan? Bulshit!” teriak Rio sebal.
“ternyata aku salah mengajakmu ke sini… aku salah…” kata Alyssa Nampak kecewa.

“Aku pikir kamu bisa menolongku… aku pikir kamu bisa membantuku.. kamu harus ingat satu hal sebuah keberanian tak akan terwujud tanpa keyakinan…” kata Alyssa. Rio tersentak, dia merasa malu saat ini.

“Tapi lyss… ini sudah 20 jam dan waktu kita hanya tinggal 4 jam…” kata Rio.

“Oleh karena itu… kumpulkan keyakinannmu, keyakinan bukan perkara berapa lama waktunya tapi seberapa besar keyakiannmu…” kata Alyssa. Rio terdiam.

“Sekarang kamu pikir… kalau kamu tidak segera mendapatkan keyakinan itu seluruh orang yang kamu cintai akan mati termasuk kamu dan sahabatmu…” kata Alyssa.

“Ray… Alvin…” kata Rio Lirih.

“pikirkan mereka.. yakinlah kalau kamu bisa menemui mereka.. yakinlah kalau kita bisa keluar dari sini… KEYAKINAN! KEYAKINAN !” kata Alyssa sejenak Rio sadar dan dia mulai memejamkan matanya diikuti oleh Alyssa.

“KEYAKINAN! KEYAKINAN!” teriak rio kali ini benar-benar penuh keyakinan.

“KEYAKINAN! KEYAKINAN!” Rio dan Alyssa berteriak bersama saling bergandengan tangan. Seketika seperti yang terjadi pada Ray dari tubuh Rio terpancar cahaya keyakinan dan seketika Rio dan Alyssa menghilang dari pantai itu.

***

Hasil dari Pengorbanan Alvin

5 jam kini sudah berjalan lagi. Alvin dan Sivia terus saja berputar-putar sekitar rumah tua itu. Sivia kembali melemas tubuhnya semakin bergetar dan dia nyaris terjatuh, untung saja Alvin menolongnya.

“ah…” Sivia melemas.

“eh…” Alvin sontak menolong Sivia yang hendak jatuh pingsan lagi.

“Loe gak papa?” tanya Alvin panic.

“Aku capek…” kata Sivia. Tanpa babibu Alvin langsung membopong Sivia kali ini bukan denga pundaknya tapi dengan kedua tangannya.

“Eh..” kata Sivia heran.

“Udah.. loe gak usah protes lagi.…” kata Alvin.

“Tapi kamu kan juga capek.. muka kamu lemas…” kata Sivia.

“Udah ini sebuah pengorbanan…” kata Alvin, merekapun terus berjalan. Baru berjalan beberapa langkah Alvin nyaris tersungkur namun kali ini dia mencoba menahannya dia berjalan dengan penuh pengorbanan.

“Tuhan aku mohon beri aku kekuatan…” batin Alvin sambil berjalan terbata-bata.

Alvin berjalan lagi, dia tersungkur lagi.

“TUHANN AKU MOHON BERI AKU KEKUATAN… DEMI SEBUAH PENGORBANAN!!!” teriak Alvin dengan sepenuh hati. Seketika karena kelutusan Alvin untuk berkorban demi Sivia, sama seperti yang dialami oleh ray dan rio muncul cahaya dari tubuh Alvin dan seketika Alvin dan Sivia hilang besamaan dengan cahaya itu.

***

Keberanian, Keyakinan, dan Pengorbanan

Di lapangan sekolah SMA 666 tampak seberkas cahaya dari 2 sudut yang berbeda lama kelamaan cahaya itu semakin besar dan tiba-tiba muncul seseorang dari dalam cahaya itu.

SRESSSSSSSS muncul 7 orang dari 3 cahaya itu.

“KYAAA!!!” teriak semua orang itu.

Ternyata ada Ray, Alvin, Rio, Larissa, Oik, Sivia, dan Alyssa yang keluar dari cahaya itu.

“Rio, Alvin?” ray nampak bahagia melihat sahabatnya.

“Ray, Alvin?” Rio juga Nampak bahagia melihat sahabatnya.

“Rio, Ray?” Alvin tak kalah bahagianya melihat sahabatnya.

“Kalian selamat?” kata RAR bersamaan. Sejurus kemudian mereka saling berpelukan.

“Tak semudah itu anak muda…” tiba-tiba muncul seoarang pria dengan jubah hitam.

“Di,dia… dia pembunuh itu…” kata Sivia panic. Mendengar suara Sivia Alvin langsung mengarahkan pandangannya kea rah pria itu diikuti oleh Ray dan Rio

“pak Duta?” kaget RAR.

“Ya,, ternyata kalian bukan orang bodoh yaa.. kalian bisa lolos dari jeratan Duta The Shadow…” kata pak Duta.

“Ja,jadii.. kata-kata pak duta itu.. anjritt,, loe udah buat gue sama temen-temen gue dalam bahaya dan elo juga udah buat banyak orang mati.

“Persetan dengan semua itu… yang jelas kalian aku mati!!!” kata Duta sambil menodongkan pistol.

“Anjrit.. dia bawa pistol… kita gak akan mungkin ngelawan mereka dan wanita-wanita di belakang kita butuh bantuan kita” bisik Alvin.

“Kita gak boleh takut… kita harus berani.. sebuah KEBERANIAN…” kata Ray. Alvin dan Rio sontak kaget dengan kata-kata Ray, seoarang Ray bis mengatakan kata keberanian.

“Loe bener Ray… dengan sebuah KEBERANIAN… dan KEYAKINAN bahwa tak ada yang mustahil..” kata Rio.

“sebuah KEBERANIAN untuk maju di tengah KEYAKINAN bahwa tak ada yang mustahil maka kita akan melakukan PENGORBANAN untuk orang yang kita sayangi…” kata Alvin.

“KEBERANIAN!!!!” teriak Ray mengandeng Rio

“KEYAKINAN!!!!” lanjut Rio menggandeng Ray dan Alvin.

“PENGORBANAN!!!” lanjut Alvin menggandeng Rio bersamaan dengan itu peluru dalam pistol Duta tepat meluncur mendekati RAR. Mereka bertiga saling bergandengan dan berteriak bersama dalam KEBERANIAN, KEYAKINAN dan PENGORBANAN.

“KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!” teriak mereka bersama-sama dalam KEBERANIAN, KEYAKINAN dan PENGORBANAN.

***

Pagi ini di sebuah perumahan.

“KYAAA!!!” dari 3 rumah yang bersebelahan terdengar sebuah teriakan bersamaan dari 2 lelaki.

“It’s just dream?” kata 3 cowok itu. mereka adalah RAR.

“Hahahahaha..” mereka pun tertawa dari tempat yang berbeda. Karena jam sudah menujukan pukul 06.00 dan pada minggu ini mereka berencana bermain bersama merekapun bangkit dan bersiap-siap.

Secara bersamaan mereka keluar dari rumah mereka masing-masing.

“Woi ma broo…” sapa Alvin yang rumahnya berada di tengah.

“Woi…” balas Ray dan Rio. Merekapun berjalan dan bertemu di depan rumah Alvin, pertengan rumah mereka bertiga.

“Semalem gue mimpi…” ucap mereka bersama.

“jadi… hahahahaha…” mereka tertawa bersama.

“udah ahh gue males bahas…” kata Rio.

“hahaha.. sama…” kata Alvin setuju.

“Hahahaha..” merekapun tertawa bersama. Ditengah tawanya tiba-tiba muncul 4 cewek cantik.

“Hey…” sapa cewek itu. RAR pun menegok dan mereka kaget saat mendapati 4 cewek yang wajahnya mirip dengan cewek yang ada di mimpi mereka.

“Kita penghuni baru di rumah depan… nama gue..Ify…” kata gadis yang kurus dan manis itu memperkenalkan diri.

“Gue Acha…” kata yang paling imut.

“Gue Via…” kata yang paling cubby dengan rambut lebatnya.

“Gue Oik kakaknya Acha…kami berempat ngekost di rumah depan” katanya yang rambutnya paling pendek.

Terlihat wajah RAR berbinar.

“Hahahahahahahahahaha…” mereka semua malah tertawa sedangkan Ify, Acha, Via dan Oik cengo melihat tingkah RAR yang tertawa lepas seperti itu.

***

hehe, maaf kalau jelek.. :)

maaf kalau masih gantung...

 I don't know...Iit's mystery :)

apa mungkin masih ada petualangan lagi?

hehehe..

I'm Sorry, It's just dream... :)

coment please. :)

Selasa, 14 Juni 2011

Karena Kau Bukan Dia

Karena Kau Bukan Dia




Kenapa kau harus begitu cepat pergi dariku? Apa salahku hingga kau meninggalkanku secepat ini? mana janjimu Ahmad Fauzy Ardiansyah?

Sudah satu jam aku berada di depan gundukan tanah di mana pacarku dimakamkan. Ya! Dia Ahmad Fauzy Ardiansyah. Balapan liar yang membuatnya kini meninggalkanku dan melupakan janjinya untuk selalu menemaniku. Sudah ribuan air mata tumpah meratapi kepergiannya.

“Ozy..kenapa loe pergi secepat ini? gue gak bisa hidup tanpa loe Zy..hikshiks…” ratapku sambil memegangi nisan Ozy. tiba-tiba aku merasa ada seseorang yang berdiri di belakangku, respect aku langsung mendongak.

“Ray?” kataku saat mendapati Ray sahabat terdekat Ozy berdiri di belakangku.

“Ini Ozy nitipin surat ini buat loe.. gue yakin dia udah tahu ajalnya, sampek-sampek dia mempersiapkan ini semua…” katanya datar. Itulah Ray, dia seoarang drummer yang sangat cuek dan dingin.

“Makasih…” kataku masih terisak. Setelah aku terima surat itu Ray langsung pergi. Aku kembali menatap kuburan Ozy, perlahan aku buka surat itu dan mulai membacanya.


Dear My Lovely Princess…
Maaf kalau aku membuatmu sedih…
Maaf kalau aku tidak mendengarkan perkataanmu…
Mungkin kamu bertanya, kenapa aku bisa menulis surat ini?
Entah mengapa aku merasa ada sesuatu hal yang mengharuskanku menulis ini untukmu…
Jangan marah padaku kalau aku tak bisa selamanya di sampingmu…
Hidup dan mati ada di tangan Tuhan…
Tapi jangan salahkan Tuhan jika suatu saat nanti aku tak bisa selamanya di sampingmu…
Semua itu adalah takdir..
Aku tahu kalau saat kamu menerima surat ini aku sudah tak akan di sampingmu..
Maafkan aku …
Tapi kamu jangan pernah sedih…
Aku meninggalkanmu tak akan sendirian…
Kalau dulu kau bisa mencintaiku…
Mungkin kamu bisa mencintai orang yang aku mintai tolong menjagamu…
Kau ingat pada sahabatku kan?
Cobalah kau cintai dia.. anggaplah dia sebagai penggantiku…
Aku tak akan tenang jika meninggalkanmu bersama lelaki yang tak jelas..
Maka dari itu aku tunjuk Ray sahabatku untuk menjagamu…
Cobalah cintai dia..
Aku yakin dia pantas untukmu..
Terima kasih untuk semua cinta yang telah kamu berikan untuk aku…
Bahagialah bersama Ray…
Selamat tinggal Larissa Safanah Arif..

I Love You So Much…

Tertanda

Ahmad Fauzy Ardiansyah, your Prince        
               

Saat membaca surat Ozy aku semakin menangis dan terisak. Bodoh sekali dia ! tidak seharusnya dia menitipkanku seperti ini. harusnya kan dia yang ada di sampingku! Dialah yang berjanji padaku untuk selalu menemaniku. Tapi sekarang dimana dia?! Dia sudah pergi! Dan seenaknya saja dia menitipkaku seperti barang…

“OZYYYYYY!!!!” tangisku membeludak. Akupun berteriak meluapkan semua kesedihanku.


***


Sudah 1 minggu aku tidak sekolah, aku masih terpukul dengan kepergian Ozy. Bundaku sepmat kuatir melihatku tapi untungnya dia mengerti dengan keadaanku karena dia tahu begitu besar cintaku pada Ozy.
Saat ini aku sedang duduk termenung di bangku taman belakang rumahku sembari mengenang kenanganku bersama Ozy yang sering bercanda di taman belakang itu.

“Zy…kenapa kamu harus pergi ninggalin aku? Aku gak mau kehilangan kamu… kenapa kamu gak ajak aku bersama kamu aja… aku gak bisa hidup tanpa kamu…” ratapku yang sedari tadi sudah mengalirkan air mata. Tiba-tiba ada seseorang yang datang dan langsung duduk di bangku sebelahku, aku langsung menengok ke arah orang yang yang sudah duduk di sampingku.

“Ray…” kataku mendapati Ray duduk di bangku sebelahku yang hanya berjarak satu meja saja. dia hanya tersenyum tipis sambil menatap lurus kea rah taman. Terjadi keheningan diantara aku dan dia. Air mata yang tadi membasahi pipikupun mulai kering. Tiba-tiba aku teringat tentang surat yang diberikan Ozy padaku.

“Ray?” panggilku.

“Hmm..”jawabnya tanpa mengalihkan pandangan awalnya.

“Ehmmm…gue…” kataku tak sanggup menanyakan masalah itu. aku takut dia malah tersinggung dengan pertanyaanku nantinya.

“Ehmmm.. gu..” belum sempat aku berkata dia sudah membuka suara.

“Masalah surat Ozy?” katanya membuatku tersentak dan kemudian menatapnya heran. Apa dia sudah tahu masalah ini?

“Ja..di loe…” kataku gugup.

“Bahkan dia mengatakannya langsung padaku saat dia sekarat di rumah sakit…” jawabnya kali ini melihat kearahku.

“Tapi Ray… loe tahu kan Ozy gak akan tergantikan di hati gue?” kataku.

“Gue tahu kok.. tapi satu hal Cha the life must go on… gue tahu loe sayang sama Ozy dan gue juga tahu banget kalau Ozy sayang banget sama loe… tapi harus inget di luar sana masih banyak orang yang juga sayang sama loe.. loe harus inget nyokap loe..satu lagi Cha.. jangan loe pikir dengan loe kayak gini Ozy bakalan tenang… Ozy tahu yang terbaik buat loe Cha” katanya yang membuatku tak mengerti. Apa yang terjadi padanya? Ini kalimat terpanjang yang dia ucapkan selama aku mengenalnya di SMA.

“Apa maksud loe dengan Ozy tahu yang terbaik buat gue?” tanyaku masih belum mengerti dengan kata-kata terakhir Ray. namun Ray tidak langsung menjawab dia malah beranjak dari duduknya dan sejenak berdiri sambil memasukan tangannya ke kantung bajunya, kemudian dia menatapku lekat.

“Kalau loe sayang sama Ozy loe bakalan tahu maksud gue…” katanya saat menatapku. Setelah itu dia hendak beranjak pergi namun belum sempat dia meninggalkanku masuk ke rumah aku menahannya hendak mengatakan sesuatu.

“Ray…” kataku menahan langkahnya. Dia hanya menghentikan langkahnya tanpa menengok.

“Maafin gue Ray… gue belum bisa gantiin posisi Ozy dengan siapapun…” kataku.

“Wauw…” komentarnya yang sejurus kemudian langsung pergi meninggalkanku. Aku hanya bisa menghela nafas.

***

Semalam penuh aku berfikir akan kata-kata Ray. Ray memang benar the life must go on. Aku gak boleh egois dan terus-terusan meratapi kepergian Ozy yang gak akan kembali. Semalam penuh aku juga memikirkan kata-kata Ray yang menagtakan bahwa Ozy tahu yang terbaik buat aku. Ray tidak buruk, dia baik bahkan aku akui Ra lebih baik dan perhatian daripada Ozy. Akhirnya aku putuskan untuk memulai kehidupanku lagi. aku harus kuat dan tegar menghadapi cobaan dari Tuhan. Aku gak boleh membuat Ozy sedih di alam sana.

“Pagi mah..pagi pah…” sapaku pada mama dan papa yang sedang sarapan. Terlihat mama senang melihat aku mengenakan seragam sekolah yang menandakan kalau aku sudah siap untuk sekolah.

“Acha.. kamu sudah mau sekolah?” tanya mamaku.

“Iya mah.. Acha gak mau terus-terusan kayak gini mah…” jawabku sambil duduk di kursi makan.

“baguslah Cha kalau begitu.. papa senang…” kata papaku. Aku hanya tersenyum sambil mengambil roti dan mengoleskannya dengan selai. Tak lama aku mendengar suara mesin mobil dari depan rumahku.

“Loh kok ada suara mobil? Emang papa mau ke kantor ya?” tanyaku sambil menggigit roti yang sudah kuelskan dengan selai coklat.

“Bukan Cha… hari ini papamu gak ke kantor kok..papa mau cuci darah untuk pengobatannya…” jawab mama.

“oo..terus itu siapa?” tanyaku lagi.

“Itukan Ray…dia setiap pagi emang sering ke sini..” jawab papaku yang membuatku tertohok. Nyaris saja aku menyemburkan susu yang sedang aku minum.

“Uhuk…” kataku berusaha menelan susu yang nyaris aku semburkan.

“Kamu kenapa Cha? Makannya hati-hati kalau minum…” kata papaku.

“Enggak kok pah…” jawabku. “Kok Ray bisa ke sini sih mah? Mama yang suruh dia ke sini ya?” tanyaku kemudian.

“Bukan Cha.. emang semenjak kepergian Ozy setiap paginya dia dateng ke sini untuk menjemputmu sekolah, tapi karena kamu masih belum siap dia Cuma bisa ke sekolah tanpa membawa kamu..” tutur mama yang membuatku kaget. Jadi selama 3 minggu ini Ray selalu menghapiriku, tapi aku tak pernah menyadari itu? kenapa dia lakukan ini?

“Oo gitu ya mah…” komentarku manggut-manggut.

“Yaudah sana buruan samperin Ray.. pasti dia seneng kamu udah mau sekolah…” suruh mamaku.
“Iya deh mah.. yaudah ya Acha sekolah dulu…” pamitku kemudian mencium pipi mama dan papaku. Lalu segera keluar menemui Ray.

***

Saat ini aku sudah berada di dalam mobil. Ray mengendarai mobil mazda2 warna merahnya dengan santai. Maklum sekarang masih jam 6 jadi walaupun Ray mengendarai dengan santai kita tak akan terlambat. Sepanjang perjalanan aku dan dia hanya terdiam. Sampai akhirnya Ray buka suara.

“Gue seneng loe udah bisa bangkit..” katanya dengan ekspresi datar.

“Itu juga berkat loe..” kataku tersenyum. Kembali Suasana hening.

“Ray…” kataku memecah keheningan kedua.

“Hmmm..” jawabnya.

“maaf ya soal yang kemaren…” kataku.

“Bukan apa-apa…” katanya.

“Kamu bener kalau Ozy tahu yang terbaik buat gue…” kataku. Nampak Ray kaget dan langsung menatapku lekat-lekat. Hanya sebentar dia menatapku kemudian dia kembali berkonsentrasi dengan jalan.

“Maksud loe?” tanyanya dengan ekspresi datar.

“Surat yang di berikan Ozy adalah sebuah wasiat.. dan sebagai orang yang menerima wasiat itu gue harus menjalaninya demi Ozy…” kataku sedikit ragu. Aku takut ray menolaknya atau malah dia merasa tersinggung. Tapi dugaanku salah tak ada komentar dari Ray hanya sebuah senyuman kecil,namun kali ini senyum yang tersungging di bibir Ray lebih ikhlas dan Nampak bahagia. Aku hanya bisa membalas senyuman itu dengan senyuman balik.

***

Semenjak kejadian di mobil itu, secara langsung ataupun tidak aku dan Ray menjalin sebuah hubungan yang ‘istimewa’. Seperti biasa Ray selalu menjemputku ke sekolah. Di sekolah aku tak terlalu mengumbar kemesraan karena takut Ray akan di cap penghianat karena memacari pacar almarhum temannya. Jujur aku akui kini aku sudah mulai bisa membangun kehidupanku, walaupun jujur tak jarang aku mengganggapnya sebagai Ozy tiap kami sedang berduaan bahkan aku sering kali memperlakukannya seperti Ozy, bisa dibilang aku sudah menyulapnya menjadi Ozy wanna be dari penampilannya hingga makanannya, dan yang paling aku larang dari dia adalah balapan. Aku gak mau dia ikut balapan lagi aku takut nasibnya akan sama kayak Ozy, aku gak perduli Ray harus menelan hobynya tapi aku sama sekali tak melihat reaksi tak terima dari Ray. Ray terima-terima saja akan semua perlakuanku.

Saat ini aku dan Ray sedang berjalan-jalan di sebuah pusat perbelajaan. Setelah berbelanja cukup lama dan menghasilkan banyak belanjaan aku mengajak Ray makan di salah satu restaurant di pusat perbelanjaan itu.

“Loe mau pesen apa Cha?” tanya ray padaku.

“Kayak biasa aja Ray..” kataku. Ray  Cuma manggut.

“Mbk satu waffle sama…” kata Ray belum sempat menyelesaikan pesannya aku udah keburu ngomong.

“Pancake…” kataku. Ray heran dan langsung menatapku heran.

“Loe mau pancake?” tanyanya sambil menatapku heran. Aku hanya menggeleng.

“Terus?” tanyanya.

“buat loe..” jawabku. Ray semakin heran.

“Tapi kan gue gak suka pancake…” katanya.

“Tapi Ozy suka Ray…” jawabku tak sadar. Ray langsung terdiam, jelas terlihat di wajahnya kalau dia kecewa.

“Loe mau kan Ray makan itu buat gue?” tanyaku. Ray masih terdiam dan kemudian mencoba menyunggingkan senyum tipisnya namun kali ini di campurkan dengan rasa kecewa.

“Apapun asal loe seneng…” katanya sambil membelai rambutku.

“Makasih ya ray…” kataku senang. aku bersyukur bisa memiliki Ray saat ini. Ozy memang tidak salah memilih Ray untuk mendampingiku.

“yaudah Cha.. gue ke toilet dulu ya.. loe cari tempat aja dulu..” kata Ray.

“Iya ray…” kataku. Raypun pergi meninggalkanku.

***

In Ray’s eyes

Kenapa kau tak bisa menerimaku apa adanya? Kenapa kamu tidak bisa mencintaiku seperti aku apa adanya.. aku ya aku.. dia ya dia.. karena aku bukan dia…

“Kenapa Cha! Kenapa loe gak bisa nerima gue apa adanya seperti ini? kenapa loe selalu berusaha membuat gue seperti ozy.. gue bukan Ozy Cha!” ratapku sambil menatap bayanganku di kaca toilet. untung saja saat itu toilet sedang sepi.

“Dulu mungkin gue bisa rela lihat loe lebih cinta dan memilik Ozy dibandingin gue, tapi saat ini Cha loe berusaha menjadikan gue seperti Ozy saat ozy udah ninggalin loe.. kapan loe sadar kalau gue sayang sama loe dan gue gak mau loe perlakuin gue kayak gini…” emosiku makin memuncak. Sejenak aku terdiam dan mencoba menenangkan emosiku.
Akupun menghela nafas “Sudahlah… lagipula ini sudah takdirku…” kataku sudah sedikit tenang. Sejurus kemudian aku membasuh wajahku dengan air dan kemudian aku kembali ke Acha dan harus berpura-pura kalau aku terima-terima saja di perlakukan seperti Ozy.

***

Kini hubunganku dengan Acha sudah berjalan 2 bulan lebih dan aku harus menahan semua emosiku saat Acha memperlakukanku seperti Ozy.

Seperti biasa aku sedang berlatih drum di studio pribadi milik keluargaku. Saat aku sedang menggebuk drumku tiba-tiba Acha datang.

“hai Ray…” sapanya yang membuatku menghentikan permainan drummku.

“Eh loe Cha…” kataku. “tumben ke sini?” tanyaku lagi.

“hehe.. iya nie.. gue ke sini bawa sesuatu buat loe…” katanya dengan nada berbinar.

“Sesuatu? Apaan?” tanyaku sambil menuju tempat Acha.

“Tadi gue belanja sama mama gue terus gue lihat pakaian bagus buat loe.. jaadi gue beliin ini buat loe…” katanya mengeluarkan sebuah kemeja. Kemeja? Apa dia tidak salah? Aku sama sekali tidak menyukai memakai kemeja, paling hanya untuk acara penting aja aku pakek kemeja. Yang menyukai menggunakan kemeja kan… OZY.. yaampun lagi-lagi dia menyamakan aku dengan Ozy… ohh Tuhan berilah aku kesabaran.

“Kemeja Cha?” tanyaku heran.

“Iya.. kamu suka kan,,” katanya sambil meletakan kemeja itu di depan badanku. Entah mendapat kekuatan darimana aku menyentak tangan Acha dan sedikit membentaknya.

“Cukup Cha!” bentakku tanpa sadar sambil menyentak tangannya. Acha nambak kaget dan menatapku lekat-lekat.

“Cukup Cha.. gue bukan Ozy… kenapa sih loe selalu memperlakukan gue seperti ozy?! gue capek Cha.. gue juga punya perasaan..bisa gak sih loe mencintai gue seperti apa adanya gue? Gue gak mau selalu loe sama-samain sama Ozy.. loe harus sadar Cha Ozy udah meninggal…Ozy udah ninggalin loe…! Yang ada sekarang tinggal gue…! Please jangan samain gue sama Ozy…!” kataku yang dengan emosi yang membeludak. Aku melihat wajah Acha mulai memerah dan bulir-bulir air mata mulai menetes dari mata beningnya.

“Ray…” katanya terisak. Aku mencoba menetralisir emosiku, sejenak aku menatapnya dengan tatapan hangat.

“Cha.. loe gak bisa gini terus Cha… loe jangan egois Cha… loe gak bisa perlakuin gue kayak gini.. gue punya perasaan… dengan sikap loe yang kayak gini loe buat gue sakit hati Cha… loe sadar gak sih Cha kalau gue itu beneran sayang dan cinta sama loe bahkan sebelum Ozy jatuh cinta sama loe… gue udah cukup sabar sama semua perlakuan loe Cha.. tapi kali ini aku udah gak kuat lagi… kalau emang loe masih mau ngelakuin kayak gini sama gue mendingan kita…” kataku memberi jeda pada kalimatku dan akupun menghela nafas panjang-panjang untuk mengumpulkan keberanian. “Putus…” kataku akhirnya mengatakan hal itu. jujur aku gak mau mengatakan hal itu. aku masih dan akan terus menyayangi Acha tapi kalau begini terus caranya aku gak kuat. Lebih baik aku mengalah.

“Tapi Ray… gue sayang sama loe…” kata Acha terisak.

“Enggak Cha… loe bukan sayang sama gue tapi loe sayang sama sosok Ozy yang loe pasang di diri gue…” kataku. Acha terdiam wajahnya makin merah dan tangisnya masik membeludak.

“Maafin gue Ray… gue hilaf… gue sayang sama loe Ray… gue.. gue Cuma pingin loe bisa jadi seperti Ozy… gue gak bermaksud mengubah loe… gue sayang sama loe Ray…” katanya terisak.

“Itu sama aja Cha… udahlah Cha… gue rasa kita emang gak berjodoh.. gue bisa ikhlas kok…” kataku hendak pergi namun langkahku terhenti saat Acha memegang tanganku.

“Jangan pergi Ray… gue sayang sama loe… beri gue kesempatan lagi Ray… gue janji gue gak akan perlakuin loe kayak gini.. please…” katanya memohon. Sungguh saat itu aku tak tega melihat Acha seperti itu. tapi apa benar dia mencintaiku? Aku masih belum percaya.

“Oh ya? Wauw..” kataku dingin.

“Please Ray.. beri gue kesempatan…” katanya lagi. akupun berfikir sejenak.

“Kalau loe emang sayang sama gue.. datang ke balapan liar gue besok malam… kalau loe udah bisa melepas baying-bayang Ozy gue yakin loe mau dateng buat lihat gue balapan dan loe gak akan larang gue…” kataku. Terlihat wajah Acha kaget. Maafkan aku Cha kali ini kau harus lakukan ini, hanya ini yang bisa membuatku yakin kalau kamu memang sudah sayang sama aku.

“Apa? Balapan Liar? Enggak Ray! loe gak boleh balapan! Gue gak akan biarin loe balapan! Gue gak mau nasib loe sama kayak Ozy.. gue gak mau kehilangan loe…” katanya.

“Cha! Nasib gue sama oy itu berbeda.. mungkin Ozy mati karena balapan tapi gue gak! Gue gak akan mati karena itu. sekarang terserah loe.. kalau loe emang beneran sayang sama gue loe bakalan bisa lepasin bayangan ozy dari diri gue …” kataku langsung pergi, kali ini Acha tidak bisa menahanku dia terlihat masih berfikir.

***

In Author’s eyes

Cinta akan tumbuh tanpa kita sadari saat kita terbiasa bersama dia… walaupun kita menganggapnya sebagai orang lain percayalah bahwa cinta kita itu adalah untuk dia bukan untuk orang lain yang kita lihat dari dia…

Malam ini Ray sudah bersiap untuk balapan. Kepalanya sudah tertutup dengan helm INK fullfacenya. Sebelum dia menaiki motor ninja RR merahnya dia sempat menunggu kedatangan Acha.

“Jadi emang bener loe gak pernah suka sama gue… gue emang bodoh berharap bisa menggantikan Ozy…” kata Ray pasrah. Sejurus kemudian ray menaiki motornya disebelahnya ada Cakka saingan terbesar ray dalam hal balapan.
“Loe udah siap?” tanya Gabriel sahabat Ray.

“gue siap..” kata ray kemudian menutup kaca helm fullfacenya. Cakkapun juga melakukan hal yang sama. Mereka berdua sama-sama menyalakan motor mereka.

“Are You ready guys?” tanya Gabriel. Ray dan Cakka Cuma bisa mengacungkan jempol dan sedikit membleyer-bleyerkan motor mereka.

“Three…two…one…GO!!!” kata Gabriel bersamaan dengan seoarang gadis yang menjatuhkan kain tanda pertandingan di mulai, Ray dan Cakka pun langsung mulai balapan.

Riuh ramai tempat itu sangat mencerminkan suasana balapan. Tiba-tiba ditengah riuh ramai suasana balapan liar itu Acha datang juga, setelah bergelut dengan perasaan bimbang tentang perasaannya akhirnya Acha sadar kalau selama ini dia mencintai Ray, mungkin awalnya dia hanya memandang Ray sebagai Ozy namun seiring berjalannya waktu Acha merasakan kasih sayang tulus dari seoarang ray. kata-kata Ray membuatnya sada kalau dia gak boleh terpuruk dan terus mengingat Ozy. ya! Acha memang mencintai ray sebagai Ray bukan Ozy.

“Gabriel…” panggil Acha di tengah keramaian.

“Eh elo Cha… tumben lo eke sini? Katanya gak mau ke sini?” tanya Gabriel.

“Gak penting.. sekarang mana Ray?” tanya Acha.

“Ohh si Ray? dia lagi balapan sama Cakka…” jawab gabriel.

“Jadi dia beneran balapan?” tanya Acha gak percaya.

“Emang kenapa?” tanya Gabriel.

“Enggak kok.. gue mau nunggun dia aja…” kata Acha.

“semoga gak terjadi apa-apa sama Ray… gue gak mau kehilangan orang yang gue sayang untuk kedua kalinya…” batin Acha cemas.

Sementara itu Ray dan Cakka terus mengegas motornya, mereka saling selip. Dengan balapan ini ray akan membuktikan bahwa dia gak akan bernasib sama kayak Ozy kalau dia ikut balapan. Dia akan membuktikan pada Acha kalau dia gak akan mati karena balapan.

“Gue akan buktiin sama loe kalau gue gak akan kenapa-kenapa kalau gue balapan…” kata Ray terus mengegas motornya.

Ray dan Cakka terus melakukan aksi saling selip. Ray terus-terusan menambah kecepatannya, tanpa di duga di depan jalan ada sebuah batu yang cukup besar, Ray Nampak panic saat melihat batu itu, Ray tidak berani mengerem motornya kerena kecepatan motornya yang sangat besar karena itu Ray menabrak batu itu dan motornya terpental bersama dengannya.

BROOOKKKKKK!!! Motor itu terpental bersama dengan dengan Ray. Cakka yang melihat itu langsung berhenti dan menolong Ray.

***

TRINGG…tiba-tiba kalung yang diberikan oleh Ray pada Acha terjatuh, perasaan Acha jadi tidak enak.

“Eh? Kalung gue..” kata Acha langsung mengambil kalung itu. DEG! Perasaan Acha jadi tidak enak.

Tiba-tiba ada seseorang yang datang dengan panic.

“Gab…Gab…gawat Gab..” kata orang itu panic.

“Ada apa Debo?” tanya Gabriel.

“Ada yang kecelakaan…” kata Debo.

“Apa? Kecelakaan?? Siapa?” tanya Gabriel panic.

“Ray! Ray kecelakaan.. dia nabrak batu!” kata Debo. Acha Nampak kaget dan mukanya mulai memerah.

“Apa? Ray…enggak…Gak mungkin..Ray…hikshiks..” Acha mulai menangis dia shock dengan berita itu. semua penonton balapan langsung kalang kabut menyusul Ray demikian juga Acha, Acha terlihat panic.

***

GLUDUK GLUDUK

Ray yang berlumuran darah sedang di bawa dengan kasur dorong menuju ruang UGD. Acha dengan setia mendampingi Ray sambil menangis.

“Ray loe harus bertahan…” kata Acha mengikuti kasur dorong itu sambil memegang tangan Ray yang setengah sadar.
“A..cc..haa…gu..ee….akan...bb..uu..k..t..i..i..n…ka…lll..a…u…..gu..ee…gak……a..kan……ma…ti……ka…re…na……gu…ee…..bu..kk…a..nn…..dii..aaa…”kata Ray terbata-bata.

“Iya Ray.. gue tahu itu.. loe harus bertahan… loe gak boleh tinggalin gue Ray…” kata Acha terisak.
“Silahkan anda tunggu di luar…” kata dokter mencegahku untuk ikut lebih dalam menemani Ray. aku hanya bisa mengikuti prosedur.

***

In Acha’s Eyes

Maafin aku kalau selama ini aku memaksakan kamu untuk menjadi seperti dia.. aku sadar kalau selama ini aku salah..berilah aku kesempatan lagi.. jangan tinggakan aku…aku sayang sama kamu dan aku sadar kamu ya kamu dia ya dia karena kamu bukan dia…

Saat ini aku sedang menunggu Ray di depan ruang UGD. Aku sangat cemas, aku sama sekali tak ingin kehilangan orang yang aku sayangi lagi. Kenapa dunia seakan tidak adil buat aku? Pertama Ozy dan sekarang… enggak! Aku gak boleh berfikir seperti itu… aku harus yakin kalau Ray gak akan bernasib sama seperti Ozy.. Ray bukan Ozy… sekarang aku hanya bisa berdoa untuk keselamatan Ray.

“Tuhan aku mohon, jangan ambil Ray dariku…aku sangat menyayangi Ray.. beri aku kesempatan untuk membuktikan kalau aku sungguh mencintainya…” ku haturkan doa pada Tuhan untuk keselamatan Ray.

Sekitar 1 jam kemudian salah seorang dokter keluar dari ruang UGD, dengan sigap aku langsung menanyakan keadaan Ray pada dokter itu.

“Bagaimana keadaan pacar saya dok?” tanyaku panic. Wajah dokter itu Nampak menyesal. Tidak jangan katakan itu. jangan aku tak sanggup mendengarnya.

“Saya belum tahu.. kita tunggu saja perkembangannya..kita membutuhkan mukjizat untuk keselamatan Ray…” kata dokter itu. mukjizat? Apa mungkin itu ada?

“Yasudah saya kembali keruangan dulu..” pamit dokter itu.

Aku sangat terpukul dengan kejadian ini. sudah kuduga ini akan terulang lagi. tapi kenapa selalu pada orang yang aku cintai? Tak berapa lama aku menerima sebuah telepon yang membuatku makin terpukul.

“apa?” kataku makin terpukul akupun terpuruk jatuh dan berurai air mata.

***

Saat ini aku sedang berada di sebuah pekuburan. Aku meratapi kepergian seseorang yang sangat aku sayangi.

“Hikshiks..kenapa harus secepat ini? kenapa Tuhan selalu mengambil orang-orang yang aku sayangi? Ini gak adil buat aku…” ratapku sambil memegangi nisan kuburan itu.

“Achaa.. ayoo kita pulangg… ini sudah sore..” ajak mamaku.

“Enggak mah… Acha masih mau disini… mama pulang aja dulu…” kataku. Mama hanya wajahnya penuh air mata terpaksa meninggalkanku.

Tinggallah aku di kuburan itu.

“Hikshiks..” aku terus menitikan air mata. Tiba-tiba aku mersa ada seorang yang berdiri di belakangku, akupun mendongak.

“Ray..” kataku senang.

“Ayoo kita pulang…sudah sore..” katanya. Aku pun berdiri dan menatapnya bahagia.

“Iya Ray… tunggu dulu aku mau pamit sama Papa…” kataku.

“Pah.. Acha pamit ya… Acha sayang banget sama Papa… Papa tenang ya di sana.. Acha di sini ada Ray… dia akan jagain Acha… good bye dad…” kataku berkata pada kuburan itu.

“Ayoo Ray kita pulang…” ajakku kini. Raypun menggandengku pergi pulang.

“Sekarang loe percayakan kalau gue gak kan ninggalin loe…” kata Ray sambil menggandegku jalan. Aku hanya bisa membalasnya dengan senyuman.

Ya! Jangan kira aku berada di kuburan Ray. Tidak! Mukjizat itu memang benar-benar ada! mungkin saat ini aku sangat terpukul dengan kepergian papa karena gagal pengobatan untuk penyakit leukimianya.
Ray benar nasibnya tidak akan sama dengan Ozy. Ray sudah membuktikan padaku kalau dia tidak akan mati karena balapan. Sejak saat itu aku berjanji pada mu Ray kalau aku tak akan menjadikanmu seperti Ozy Karena Kau bukan Dia



_THE END_


***


coment please.. :)