Jumat, 18 Maret 2011

CERPEN *Karena Ku Tak Setegar Batu Karang*

hae all aku datang lagi nie sama cerpen terbaru.. kali ini aku gak mau bilang dulu siapa couplenya.. biar penasaran soalnya coupleny akan berbeda di awal dan akhir... okedeh langsung ajaaa...
cekidot... :D
♥♥♥

Karena Ku Tak Setegar batu Karang.jpg
♥♥♥
Hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan buatku, karena hari ini adalah hari pertunanganku dengan pacarku, dia adalah Alvin Jonathan Sindunata. Aku sangat bahagia karena hari yang nanti-nanti akhirnya datang juga, setelah 2 tahun aku menjalin hubungan dengannya akhirnya hubungan kita bida diresmikan dalam ikatan pertunangan ini dan hanya tinggal beberapa tahun lagi aku dan Alvin akan mengikat hubungan kami dalam janji pernaikahan. Di acara pertunangan ini banyak sekali sahabatku yang datang tak lupa juga adik tercintaku datang langsung dari Singapure, dia adalah Raynald Prasetya, adikku memang sudah lama tinggal di Singapure namun sekarang dia akan tinggal bersamaku karena dia sudah menyelesaikan sekolah menengahnya di Amerika.
“Yaampun kak gue seneng banget deh akhirnya loe tunangan juga sama kak Alvin, gue inget waktu pertama loe suka sama dia, elo sampek bela-belain datengin gue ke Singapure Cuma buat curhat…” kata adiknya yang fasih sekali berbahasa Indonesia, maklum walaupun dia bersekolah di negeri tetangga dia tak pernh lupa dengan bahasa negaranya sendiri.
“Ahh loe tuh buka aib aja.. kan malu di denger sama Alvin…” kataku malu dengan tunanganku itu.
“Ahh udah gak papa sayang, lagian itu bukti kalau kamu emang sayang sama aku…” tutur Alvin yang membuatku terpesona.
“Ecieee si Alvin bisa romantic juga nieee…” kata sahabatku Ify yang dulu juga merupakan mantan pacar Alvin jauh sebelum aku mengenal Alvin dan menjalin hubungan dengan Alvin, tapi status Ify sebagai mentan pacar Alvin tak membuatku cemburu bahkan aku kini bersahabt dekat dengan Ify.
Suasana malam itu sangatlah menyenangkan. Aku, Alvin, keluarga ku, keluarga Alvin dan para tamu undangan menikmati pesta tersebut. Sungguh hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan buatku.

♥♥♥

Pagi ini adalah pagi tepat setelah aku bertunangan dengan Alvin. pagi ini aku dan Alvin sudah bersiap-siap bersama keluarga kami untuk liburan sekaligus merayakan pertunanganku dengan Alvin. kami berencana akan liburan di villa milik keluargaku di daerah puncak.
“Sayang kamu yakin berangkat sama Alvin berdua? Mendingan kita berangkat satu mobil aja… lagian mobil kita cukup besar kok kalau hanya untuk mengangkut 2 keluarga kecil….” Tutur mamaku.
“Iya mah… lagipula aku sama Alvin pingin memiliki waktu berdua lebih lama, maklumlah mah baru aja tunangan…” kataku sambil tersenyum.
“Eh anak ini, baru aja tunangan udah mau berdua-duaan gak baik itu…” tiba-tiba papaku mendatangi aku dan mamaku yang sedang memasukan beberapa barang ke mobil kami.
“Iya nie kakak nakal…” muncul lagi adikku yang mengekor papa.
“Ahh gak papa lahh.. yang penting aku dan Alvin gak akan melakukan hal-hal buruk kok..” kataku.
“Hmmm pah, mah gimana kalau aku ikut di mobil kakak aja.. lagian aku bakalan mati gaya kalau semobil dengan orang-orang tua…” tutur adikku yang membuatku langsung menolak mentah-mentah permintaannya itu.
“Ihh tidak-tidakkk… apaan itu, masak waktuku di ganggu oleh anak kecil ini…” tolakku.
“Ide adikmu benar juga sayang… lagian mama dan papa kuatir kalau kalian satu mobil bersama…” kata mamaku mendukung permintaan adikku.
“Tapi mahh…” kataku.
“Sudah papa putuskan adikmu ikut semobil denganmu…” kata papaku. Karena aku tergolong anak yang menurut aku pun menurut saja.
“Yasudah deh terserah aja…” kataku pasrah. Kulihat adikku seakan mengejekku, aku hanya manyun sambil memasukan barang-barang ke mobil.
Beberapa saat kemudian Alvin dan keluarganya datang. Setelah kami tukar tempat, keluarga Alvin bersama keluargaku sedangkan aku, dan Ray bersama Alvin. kamipun menuju ke villa milik keluargaku.
Sepanjang perjalanan aku, Alvin dan Ray selalu bercanda, banyak celetukan yang diluncurkan untukku maupun Alvin. kami semua tertawa dengan riang. Entah mengapa hari itu aku mendapatkan firasat buruk, perasaanku tak enak sekali, aku merasa akan terjadi hal buruk yang membuatku menangis. Tapi aku berusaha menghilangkan firasat itu, tapi percuma, perasaan buruk itu semakin kuat kurasakan.
Setibanya kami di perbatasan Jakarta, Alvin malah menambah kecepatannya. Aku sempat kuatir tapi dia mengacuhkan kekawatiranku dan terus menambahkan kecepatan.  Aku tambah kuatir saat kecepatan mobil Alvin semakin tak terkendali.
“Vin kamu jangan macem-macem donk, ini jalan raya…kamu kurangi kecepatannya donk…” omelku pada Alvin.
“Udah kamu tenang aja sayang… aku bisa kendaliin kok…” kata Alvin santai.
“Iya nie kak.. tenang aja kali.. malahan seru kalau kebut-kebutan…” timbal adikku.
Perasaan itu semakin kuat.
“Vin aku mohon kurangi kecepatan. Aku takut, lagian kamu gak pakek setbelt kan…” pintaku. Alvin memang mempunyai kebiasaan gak suka pakek setbelt.
“Iya-iya aku kurangin..” kata Alvin mencoba mengerem mobil itu, tapi kulihat mobilnya tidak kuncung berkurang kecepatannya.
“Kok belum berkurang sih kecepatannya Vin?” tanyaku, kulihat wajah Alvin sangat panic.
“Remnya blong sayang… aku gak bisa kendaliin mobil ini…” tuturnya panic.
“Apa? Remnya blong… terus gimana??” sontak keadaan mobil itu panic. Aku, Alvin dan Ray sangat panic sata itu.
“Kak Alvin depan ada truk…” tiba-tiba Ray berteriak sambil menunjuk arah depan. Kulihat di tepat beberapa meter dari mobil kami melaju sebuah truk yang besar dengan kecepatan cukup tinggi.
“Alvin awass…!!!” teriakku panic.
“Semua pegangann!!” perintah Alvin. kamipun berpegangan. Sejurus kemudian Alvin membelokkan mobil kami kea rah padang rumput yang cukup luas, mobil kamipun tak terkendalikan lagi, mobil itu melaju tanpa kendali Alvin sampai akhirnya mobil itu menabrak sebuah pohon besar.
“KYAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!” kami semua berteriak. Dan sejurus kemudian mobil kami menabrak mobil besar dan kami bertiga teroental kedepan.

♥♥♥

“Aughh…aughh…” aku merasa seluruh tubuhku sakit terutama bagian kepalaku. Ketika aku mencoba membuka mataku aku lihat suasana yang berbeda, seperti suasana rumah sakit.
“Sayangg.. kamu gak papa???” tiba-tiba aku dengar suara mamaku yang terlihat panic.
“Mama…” kataku lirih.
“iya sayang ini mama..” kata mamaku.
“Aku ada di man amah?? Alvin sama Ray??” tanyaku mencoba menaikan posisi tidurku.
“Kamu di rumah sakit di Jakarta, kamu habis kecelakaan, untung saja warga sekitar langsung membawa kalian ke RS terdekat dan menghubungi mama dan yang lain, tapi setelah mama dan yang lain datang. Papamu segera membuat rujukan ke rumah sakit tempat papamu bekerja.” Tutur mamaku. Jadi aku sekarang ada di rumah sakit tempat papa bekerja sebagai dokter.
“Lalu, Alvin dan Ray??” tanyaku lagi.
“Kalau Ray sekarang lagi di ruang perawatan, untung lukanya tidak terlalu parah. Sedangkan Alvin…” kata mamaku tak menyelesaikan kalimatnya.
“Ada apa dengan Alvin mah?” tanyaku cemas.
“Alvin dalam masa kritis sayang, lukanya cukup parah..” tutur mamaku. Seketika aku lemas. Ternyata firasat burukku benar terjadi. Kalau saja Alvin tidak kebut-kebutan dan dia menggunakan setbelt ini semua gak akan terjadi, paling tidak lukanya tak akan separah ini.
“Kapan Alvin akan sadar mah??” tanyaku lemas.
“mama juga tidak tahu sayang, tapi kamu tenang saja, Alvin akan ditangani langsung oleh papamu…” kata mamaku. Sedikit kelegaan muncul saat aku tahu papa lah yang akan menangani perawatan Alvin, karena aku tahu papa adalah dokter terhebat di rumah sakit ini, itulah yang membuat papaku diangkat sebagai direktur rumah sakit itu.
Aku benar-benar sedih mendegar Alvin kritis. Kenapa semua ini harus terjadi tepat setelah aku bertunangan dengan Alvin.

♥♥♥

Sudah 2 minggu setelah kecelakaan itu, keadaanku dan Ray sudah pulih dan aku dengar kalau keadaan Alvin sudah tidak kritis. Aku sangat senang saat mengetahui keadaan Alvin sudah mulai stabil dan dia sekarang sudah tidak perlu di rawat di ruang ICU, kini Alvin sudah berada diruang perawatan dan dia sudah dapat di jenguk.
Hari ini aku, Ify dan Ray akan menjenguk Alvin, saat aku, Ify dan Ray hendak memasuki runagan Alvin, Ify teringat bahwa buket bunga untuk Alvin tertinggal di mobil dan Ify harus mengambilnya dulu, karena itu aku dan Ray dulu lah yang masuk.
Aku dan Raypun masuk. kemudian aku mengambil duduk di sebalah ranjang Alvin sedangkan ray berdiri di sebelahku.
“Alvin.. cepatlah sadar.. aku merindukanmu…” ucapku sambil memegang tangan Alvin.
“Alvin aku sayang sama kamuu… sadar Vin.. kamu kan janji gak akan tinggalin aku…” ucapku lagi. Tanpa sadar air mataku jatuh diatas tangan Alvin. sejurus kemudian aku raskaan tangan Alvin bergerak, akupun merasa sangat senang.
“Alvin! kamu udah sadar??” kataku bahagia.
“Kak mata kak Alvin mulai kebuka…” kata adikku dengan nada senang.
“Iya Ray.. tangannya juga mulai bergerak..” kataku senang.
“Augh..augh…” aku dengar rintihan Alvin.
“Alvin, kamu udah sadar.. syukurlah Alvin.. aku senang sekali…” ucapku kegirangan.
“Di mana aku?” tanya Alvin lemas.
“kamu di rumah sakit sayang…” ucapku.
“Siapa kalian??” tanyanya yang sontak membuatku terlonjak kaget.
“Aku tunanganmu.. dan ini Ray adikku…” kataku.
“A,aku tak mengenalmu.. siapa kamu…” katanya yang sukses membuatku kecewa, kenapa Alvin tak mengenalku? Apa yang terjadi pada Alvin.
“Aku Via, Via.. Sivia.. aku tunanganmu…” kataku berkaca-kaca.
“Aku tak punya tunangan sepertimu.. aku tak mengenalmu..” ucapnya yang benar-benar membuatku menangis.
“Kak Alvin, kenapa kak Alvin gak inget kitaa??” tanya Ray sekaan gak percaya.
“Kamu siapa?” tanyanya pada adikku.
“Aku Ray kak… calon adik iparmu..” kata Ray.
“Adik Ipar? Aku tak mengenalmu…” kata Alvin.
“Mana Ify?” tanyanya yang membuatku sangat kaget. Kenapa di saat seperti ini dia malah mencari Ify.
“I,Ify?” tanyaku terisak.
“Haloo semuaaaa…” tiba-tiba Ify datang membawa buket bunga yang tadi dia ambil dari mobil.
“I,Ify…” kulihat wajah Alvin sangat senang.
“Hey Vin, gimana kabar loe??” tanya Ify mendekati kami.
“Loh Vi kok loe nangis??” tanya Ify padaku, akupun buru-buru menghapus air mata.
“Fy, kenapa kamu baru dateng sekarang? Aku kangen sama kamu…” ucap Alvin yang membuatku terpaksa mengeluarkan air mata lagi.
“Sorry deh Vin, tadi gue udah dateng, tapi bunga buat loe ketinggalan di mobil jadi gue harus ambil dulu..” kata Ify.
“Oiya Fy, mereka siapa sihh kok mereka ngaku kenal sama aku, terus cewek ini juga ngaku tunangan aku, padahal pacar aku kamu…” kata Alvin yang benar-benar membuatku sangat terpukul, jutaan bahkan milyaran air mata mengalir deras dari mataku.
“Ha?? Pa,pacar??” kata Ify gagap.
“Iya.. pacar aku kan kamu…” kata Alvin yang mebuat hatiku seakan tergores oleh ratusan, bahkan ribuan pisau.
“Loh Vin,,, tapi kan… kitaa..” terlihat wajah Ify tidak enak padaku.
“Kenapa?? Kamu kan pacar aku??” Alvin kembali menggoreskan pisau pada hatiku. Enta berapa banyak air mata yang mengalir dari mataku, Ray adikkupun ikut sedih dan dia berusaha menenangkanku.
“Tapi Vin… pacar kamu itu…” kulihat Ify bingung ingin menjawab apa.
“Iya Alvin, pacar kamu itu Ify…” tiba-tiba papaku datang. Kaget! Aku gak nyangka kalau papa aku malah bilang kayak gitu. Apa maksudnya.! Apa papa aku sengaja ingin menyakiti hatiku.
“Pa,papa…” kata ku berurai air mata. Papaku hanya tersenyum padaku. Aku semakin bingung dengan papaku.
“Om…” Ify sama bingungnya denganku.
“Tukan dokter aja bilang kalau kamu pacar aku, berarti cewek ini Cuma ngada-ada kan…” kata Alvin.
Aku bener-bener bingung sekarang, aku gak habis pikir, papa aku sendiri mengoreskan pisau yang sangat tajam ke hatiku.
“Lebih baik kita keluar saja, Alvin butuh banyak istirahat…” perintah papaku.
“Papa akan jelaskan semuanya Via..” bisik papaku. Akhirnya aku, Ray dan Ify keluar bersama papaku. Setelah itu papaku mengajakku, Ray dan Ify keruangannya. Kamipun hanya menurut walaupun dalam hati sangat kecewa dengan pernyataan papaku.

Kini aku, Ray dan Ify sudah berada di ruangan papaku.
“Maafkan Papa Via.. papa terpaksa melakukan ini…” tutur papaku.
“Tapi kenapa papa mesti bilang kayak gitu? Papa tahu kan sakit bangat bagi Via pah…” kataku masih dengan air mataku yang tadi.
“Papa tahu Via… tapi ini papa lakuin untuk keselamatan Alvin…” kata papaku.
“Memang apa yang membuat keselamatan kak Alvin terancam?” tanya adikku.
“Alvin mengalami hilang ingatan…” tutur papaku yang membuatkan kaget.
“A,apa?? Hilang ingatan?? Kenapa bisa bisa pah? Tapi kalau Alvin hilang ingatan dia masih mengingat Ify, sedangkan aku dia sama sekali gak mengenalku…” kataku.
“Itulah sayang… Alvin mengalami hilang ingatan sebagian. Jadi hanya sebagian memorinya yang hilang, seluruh memorinya dengan kamu hilang dan hanya memorinya dengan Ify yang tersisa…” tutur papaku.
“Tapi Om bukankah seharusnya kita ingatkan Alvin dengan kenangannya sekarang, bukan malah mengikuti kenangan masa lalunya…” kata Ify.
“Kak Ify benar pah? Kenapa kita malah mengikuti kenangan masa lalu kak Alvin? bukannya lebih baik kita membantunya mengingat kenangannya dengan kak Via…” tambah adikku.
“Itulah yang akan papa jelaskan pada kalian, agar kalian mengerti…” kata papaku.
“Alvin mengalami hilang ingatan yang cukup parah, benturan di kepalanya membuat sistem saraf pada kepalanya rusak dan membuat Alvin kehilangan banyak memori dalam hidupnya.” Tutur papaku. Saat itu aku sungguh tak bisa berkata apapun, aku hanya bisa menangis.
“lalu?” tanya adikku.
“Kita tidak memaksakan Alvin untuk mengingat kenangannya yang hilang, kalau kita terlalu memaksakan kenangan itu, papa takut itu akan membahayakan keselamatan Alvin.” kata papaku, sunnguh, sungguh, sungguh itu sungguh membuatku sangat terpukul.
“Jadi… maksud papa, Via harus rela melihat Alvin menganggap Ify sebagai pacarnya pah??” tanyaku benar-benar kecewa.
“Itu jika kamu ingin melihat Alvin selamat.” Bagaikan memakan buah simalakama. Kalau aku terus memaksakan egoku untuk mengingatkannya padaku, itu akan membuatnya tak selamat. Tapi jika aku membiarkan Alvin terus menganggap Ify pacarnya aku gak tahu apa aku bisa kuat hidup tanpa Alvin.
Seketika itu juga aku terus berfikir, aku ingin yang terbaik untukku dan Alvin.
Entah mendapat pikiran dari mana aku melepaskan cincin tunanganku dengan Alvin
“Gunakan ini, bantu aku selamatkan Alvin, Cuma kamu yang bisa selamatkan Alvin, bantu aku, lakukan demi aku dan Alvin..” kata gue sambil memberikan cicin itu pada Ify. Sangat sulit rasanya melepaskan cicin itu, tapi inilah bukti cintaku pada Alvin, aku akan lakuin apapun demi kesembuhan Alvin sekalipun aku harus merelakan perasaanku.
“Loe serius Via??” Ify Nampak tak yakin dengan keputusanku.
“Hanya ini cara satu-satunya…” ucapku.
“Via pamit pah…” kataku langsung beranjak pergi dan seketika itu aku keluar dari ruangan papaku.
Aku berlari keluar menuju ruang rawat Alvin, tapi aku tak berani menemui Alvin, aku takut kedatanganku membuatnya tambah sakit. aku hanya bisa memandangi Alvin dari balik kaca pintu ruangan itu. begitu banyak air mata yang aku teteskan saat aku melihat Alvin yang terbaring lemas.
“Maafin aku Vin, aku lakuin ini demi kamu. Aku lakuin demi kamu. Jangan marah sama aku Vin.. walaupun aku gak bisa berada di samping kamu, aku akan tetep sayang sama kamu Vin…” ucapku sambil menadangi Alvin.
“Kak Via…” tiba-tiba adikku Ray mendatangiku. Dengam sigap aku menghapus air mataku.
“Kenapa Ray?” tanyaku berusaha menutupi tangisku.
“Kakak gak perlu nutupin kesedihan kakak, Ray ngerti perasaan kakak. tapi Ray salut sama ketegaran kakak, demi keselamatan kak Alvin, kakak merelakan perasaan kakak hancur… kakak memang sosok yang sangat kuat, Ray bangga punya kakak kayak kak Via… sangat bangga…” kata adikku yang baru pertama ini menangis. Aku benar-benar merasa terharu melihat adikku menangis, aku sama sekali gak ingin hanya karena hal ini adikku menagis.
“Kakak juga bangga punya adik kayak kamu, tapi lebih bangga kalau kamu gak nangis, kamu cowok Ray… hapus air mata kamu…” kataku sambil menyeka air mata yang mengalir dari mata adikku itu.
“Ray sayang sama Kakak…” ucapnya langsung memelukku. Akupun makin memeluknya.
“Kakak juga sayang sama kamu Ray… tegar bersama kakak ya Ray, kita harus tegar setegar batu karang…” kataku sambil membelai rambut Ray.

♥♥♥

Hari demi hariku diselimuti perasaan sakit. bayangkan saja hari demi hari aku harus rela melihat orang yang paling aku cintai bersama dengan orang lain yang tak lain adalah Ify. Aku sudah berusaha berulang kali mengingatkan Alvin padaku, tapi apa hasilnya? Semuanya nihil. Aku hanya mendapatkan penolakan darinya. Sungguh sakit rasanya saat aku mendapatkan penolakan dari Alvin. ingin rasanya aku terjatuh saat itu namun aku teringat janjiku pada Ray kalau aku dan dia akan tegar bersama. Hanya Raylah yang membuatku kuat di masa-masa seperti ini. ray yang dulunya selalu tak akur denganku, kini menjadi pilar hidupku, dia menjadi semangatku di saataku putus asa.
Hari demi hari aku sama sekali tak semangat, bahkan untuk makanpun aku sangat malas. Mungkin bisa dalam sehari aku sama sekali tak makan dan minum, Raypun sudah berusaha membujukku untuk makan, tapi percuma saja aku tak napsu makan. Karena keangkuhanku untuk tak makan itu membuatku menjadi seoarang gadis yang rapuh, aku sering pingsan bahkan aku sering mimisan. Tapi aku sama sekali tak perduli, hanya Alvin yang aku inginkan sekarang. Di setiap doaku aku hanya berdoa semoga Allah mengingatkan Alvin akan aku.

Hari ini sudah 1 tahun setelah kecelakaan yang mengubah seluruh hidupku dan Alvin, dan selama satu tahun itu aku tak memiliki semangat untuk hidup, hari-hariku hanya kulalui di kamar, aku hanya keluar rumah kalau ada kuliah selebihnya aku sisakan hanya untuk meratapi nasibku di kamar, pernah aku coba datang ke rumah Alvin tapi seperti biasa aku mendapatkan penolakan, tapi itu tak menurunkan semangatku. Hari ini aku mencoba datang ke rumah Alvin bersama adikku untuk suatu hal yang penting. Di sana aku sempat bertemu keluarga Alvin yang ikut prihatin dengan keadaanku dengan Alvin.
“Nak Via sabar yaaa.. tante tahu sangat sulit untuk nak Via menghadapi semua ini..” mama Alvin berulang kali memberiku semangat. Aku hanya bisa mencoba tersenyum.
“Iya tante… Via akan coba tegar…” kataku mencoba tersenyum walaupun sakit sekali rasanya.
“Alvin ada tante?” tanyaku lagi.
“Ada .. kamu langsung saja ke kamarnya..” kata mama Alvin.
“Baik tante…” kataku langsung beranjak naik ke kamar Alvin diikuti oleh Ray yang selalu setia menemaniku.
Akupun sudah berada di depan kamar Alvin, dengan agar ragu aku buka pintu kamar Alvin, kulihat Alvin sedang duduk di balkon kamarnya. Kulangkahkan kakiku menuju tempat Alvin sedangkan Ray memilih untuk menunggu di luar karena dia ingin memberiku kesempatan berdua dengan Alvin.
“Vinn…” ucapku saat aku sudah berada di tepat di belakang Alvin. Alvinpun menengok kearahku.
“kamu lagi? untuk apa kamu ke sini? Mencoba membuatku ingat semua tentangmu? Sudahlah, aku memang tak mengenalmu…” ucapnya yang sangat menyakitkan buatku.
“Kamu salah Vin, aku datang ke sini bukan untuk itu..” ucapku.
“Lalu untuk apa kamu menemui ku lagi?” tanyanya ketus. Sakit sekali mendnegar nada itu mekuncur di telingaku.
“Aku hanya ingin menceritakan sesuatu hal padamu sebelum aku pergi..” kataku.
“Cerita? Cerita apa?” tanyanya.
“Biarkan aku duduk Vin…” ucapku.
“Baik duduklah…” katanya sambil menunjuk bangku yang berada sedikit serong dari bangkunya. Akupun duduk di bangku yang di tunjuk oleh Alvin.
“Lekaslah cerita, waktuku tak banyak…” katanya dengan nada ketus. Akupun mencoba tersenyum walaupun sulit rasanya.
“Ini kisahku dan orang yang paling aku sayang…” kataku.
“Dulu aku sempat mengenal seoarang cowok, awal aku mengenalnya aku sangat membecinya karena semua sifat buruknya. Tapi entah kenapa semakin aku membencinya aku malah jatuh cinta padanya, bukan karena sifat buruknya tapi karena semua yang ada dalam dirinya, ternyata selain dia memiliki sifat buruk dia juga berhati mulia. Aku memendam rasa sukaku padanya, hingga pada suatu malam dia mendatangiku, tanpa ku sangka cowok itu juga memendam rasa yang sama denganku, dia mencintaiku, sungguh bahagian rasanya hatiku. Kita berduapun menjalin hubungan selama 2 tahun. Selama 2 tahun itu hubungan kita tidaklah berjalan mulus, terkadang ada kesalahpahaman diantara kita, terkadang aku cemburu saat dia dekat dengan mantan-mantannya yang juga adalah temanku. Kamu tahu banyak sekali kesamaan diantara kita…” tuturku menghentikan ceritaku. Kulihat wajah Alvin penasaran.
“Kenapa kamu gak lanjutin??” tanyanya benar-benar penasaran. Aku hanya tersenyum dan melanjutkan ceritaku.
“Kami memilki sebuah kesamaan. Kami berdua sama-sama suka…” kataku.
“Berpetualang…” ucapku yang ternyata bersama dengan Alvin. sungguh hatiku senang saat aku tahu Alvin mengingat kesamaan antaraku dan Alvin.
“Kamu ingat Vin?!” tanyaku bahagia.
“Ingat? Ingat apa??” tanyanya malah bingung.
“Kamu ingat kalau kita sama-sama suka berpetualang!” ucapku kegirangan.
“Tidak aku tidak ingat… aku tidak tahu apa yang aku ucapkan… aku tak ingat apa-apa…” ucapnya dengan nada bingung.
“Enggak Vin kamu ingat.. ayo Vin kamu ingat lagi… kamu ingat aku kan? ayo Vin…” paksaku padanya. Entah mendapatkan ego darimana aku mengabaikan keselamatan Alvin dan terus memaksanya untuk mengingat semua tentangku.
“Tidak aku tak mengingat tentangmu… cukup ! kau membuatku merasa sakit! hentikan…” rintihnya terlonjak-lonjak dan akhirnya dia tergeletak di lantai. Entah mengapa melihat itu egoku tak kunjung hilang, kesabaranku selama ini sudah habis, aku tak bisa selalu menjadi Via yang tegar, aku gagal menjadi tegar setegar batu karang.
“Ayolah Vin, ingat aku.. aku Via, aku tunanganmu, ingat aku Vin. Bukan Ify pacarmu, tapi aku. Kamu sudah berjanji jika kita sudah lulus kuliah kamu akan menikahiku… ingat aku Vin…” paksaku sambil menangis, aku sama sekali tidak perduli rintihan Alvin saat itu.
“Hentikan! Tolong hentikan semua ini! kamu membuatku sakit! hentikan! Aughh!augh!!!” rintihnya.
“Alvin… aku mohon, ini aku. Aku Via, Sivia Azizah, aku tunanganmu bukan Ify… aku mohon Vin…” ucapku penuh egois.
“Augh…Augh…Augh…” kali ini aku benar-benar melihat Alvin kesakitan seluruh mukanya membiru bibirnya pun ikut membiru, melihat itu aku tersadar kembali dari semua keegoisanku.
“Alvin..” kataku kasihan pada Alvin yang merinitih kesakitan. Sejurus kemudian aku langsung memanggil Ray yang berada di depan kamar Alvin.
“Ray, tolong Ray! Ray!” teriakku memanggil Ray. tak berapa lama Ray muncul.
“kenapa Kak??” tanyanya padaku.
“Alvin maafin aku, aku gak bermaksud ngelakuin ini…” ucapku sambil memangku kepala Alvin.
“Aughh.. sakit.. sakitt.. aughhh..” rintihnya.
“Kak Alvin kenapa kak??” tanya Ray mendekatiku dengan panic.
“kakak yang salah Ray… kakak yang salah… ini semua salah kakak…” ucapku menangis. Tiba-tiba saat aku sedang meratapi kesalahanku mama Alvin datang dengan panic.
“Ada apa ini?! kok tante dengar seperti ada keributan?” tiba-tiba mama Alvin datang dengan panic.
“Alvin!” mama Alvin nampak kaget saat melihat Alvin tergeletak kesakitan. Sejurus kemudian kulihat mama Alvin mendekatiku.
“Apa yang kamu lakukan pada anakku?” tanya mama Alvin langsung memandahkan pangkuan Alvin ke pangkuannya.
“Ini salah Via tante… maafin Via, Via hilaf tante.. Via udah buat Alvin celaka…” tuturku berurai air mata.
PLAKKK mama Alvin langsung menamparku.
“Tante sudah beri kamu kepercayaan untuk menemui Alvin, tapi kamu mencelakai Alvin! pergi kamu! Jangan temui Alvin lagi! pergi kamu!” sungguh sakit waktu aku dengar mama Alvin mengusirku.
“Tan,tan,tante,,, tante usir aku??” ucapku seakan gak percaya sama semua perkataan mama Alvin.
“Pergi kamu! Dan anggap pertunangan kamu dengan Alvin tidak pernah terjadi! Sekarang kamu pergi!” seakan mendapat cambukan besar ketika mama Alvin mengusirku.
“Ray bawa kakak kamu pergi!” kali ini mama Alvin melibatkan adikku.
“Baik tante, Via akan pergi. Tapi satu hal tante, Via sangat menyayangi Alvin dan Via gak akan pernah lupain Alvin karena Alvin cinta sejati Via… maafkan Via tante…” ucapku mencoba berdiri, Raypun membantuku berjalan. Dengan penuh kekecewaan dan penyesalan aku dan adikku pergi meninggalkan kamar Alvin. setelah aku dan Ray berada di luar kamar Alvin air mataku semakin pecah.
“Maafin kakak Ray… kakak gak bisa tepatin janji kakak… kaka gak bisa nepatin janji kakak sama kamu karena kakak gak sekuat batu karang Ray…” tuturku berurai air mata.
“Udahlah kak.. Ray tahu kok perasaan kakak. Ray tahu posisi kakak itu sangat sulit. 1 tahun itu bukan waktu yang sedikit kak… setegar apapun batu karang suatu saat batu itu akan terkikis juga oleh deburan ombak. Seperti kakak, sebagaimanapun kakak mencoba untuk tegar suatu saat kakak akan rapuh juga kan karena banyak cobaan. Kakak hanya manusia biasa. Ray tahu perasaan kakak…” tutur adikku seakan tak ingin menambah rasa bersalahku. Aku tahu sebenarnya dia juga ingin menyalahkanku tapi dia tak ingin melakukan itu karena dia tahu sudah sangat banyak penderitaanku sekarang ini.
“Tapi Ray, karena keegoisan kakak, Alvin celaka kan… kakak memang bodoh…” kataku terus menyalahkan diriku sendiri.
“Udahlah kak.. gak perlu kakak sesali lagi…” kata adikku.
“Enggak Ray pokoknya ini semua salah kakak, kakak merasa gak pantas bersama kak Alvin… kakak akan mencoba merelakan kak Alvin, Kak Alvin memang bukan jodoh kakak…” ucapku berurai air mata.
“Kakak yang sabar yaaa…” ucap adikku langsung memelukku. Memang benar Cuma adikku yang bisa mambuatku tenang.

♥♥♥

Setelah kejadian itu aku sama sekali tak pernah menemui Alvin dan tak mengetahui kabar terbaru tentangnya, aku menyerah aku memang tak bisa setegar batu karang. Aku gak sanggup kalau harus kayak gini terus, aku hanya manusia biasa yang memiliki batas kesabaran, lebih baik mengalah daripada aku terus sakit hati.
Kini aku sudah tidak di Jakarta lagi. beberapa hari setelah kejadian itu aku memutuskan untuk melanjutkan studyku di Singapure dan tinggal di rumah yang ada di sana, di sana ku tidak sendiri, lagi-lagi ada Ray yang selalu setia menemai aku, aku gak tahu akan jadi apa aku kalau gak ada Ray yang selalu mendukungku.
Sekarang udah genap 1 bulan aku tinggal di Singapure, aku merasa hidupku mulai membaik, setelah aku mengungkapkan kalau aku akan melupakan Alvin, itu benar terjadi, perlahan aku bisa melupakannya, walau itu sulit dan terdakang mebuatku ingin menangis tapi apalah dayaku Alvin yang dulu aku kenal sudah mati, Alvin yang dulu aku sayang sudah mati dia sudah mengenalku lagi , bahkan hubungan keluargaku dan dia sudah tak sebaik dulu. Sempat aku dengar kabar kalau Alvin bertunangan dengan Ify awalnya aku merasa terpukul dan kecewa, aku gak nyangka jalan hidupku sepeti ini, aku pikir Alvin jodohku, tapi aku salah kini Alvin telah mati Alvinku telah pergi dan tak akan kembali.

 Hari ini rencananya aku dan Ray akan jalan-jalan ke sebuah pusat perbelajaan di Singapure, tapi sebelumnya kami harus menunggu teman Ray.
“Ayolah Ray… kakak mau belanja nie..” kataku sebal.
“Iya kak.. bentar donk, aku masih nunggu temenku…” katanya.
Tak berapa lama datang lah seoarang cowok.
“Nah itu dia,..” kata adikku.
“Hey Ray… Sorry nunggu lama…” katanya. ‘wah bahasa indonesianya fasih juga’ pikirku.
“Kenalin kak dia Gabriel, dia dari Indonesia juga, makanya bahasa Indonesia fasih…” tutur adikku memperkenalkanku pada cowok bernama Gabriel itu.
“Hello, my name Is Gabriel…” ucapnya. Entah kenapa saat dia memperkenalkan namanya hatiku seakan terlonjak bahagia, aku seakan mendapatkan cinta yang baru.
“Via..” kataku balik memperkenalkan diriku.
“Yaudah yuk belanja sekarang…” ajak adikku. Akhirnya kami bertiga pergi bersama. Sejak saat itu aku menjadi dekat dengan Gabriel. Dia selalu menyambangi rumahny walaupun hanya sekedar mampir tapi rasanya aku sudah sangat bahagia, semenjak kedatangan Gabriel seketika aku lupa semua perasaan cintaku pada Alvin. karena Gabriel, hidupku kembali normal. Banyak keceriaan dalam hidupku. Raypun Nampak senang dengan kedekatanku dengan Gabriel bahkan keluargaku dan Gabriel sama senang dengan kedekatan kami.

♥♥♥

 Hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan buatku dan Gabriel. Tepat saat aku menyelesaikan studyku atau 3 tahun setelah kepindahanku ke Singapure aku meresmikan hubunganku dengan Gabriel. Kali ini bukan dalam hanya dalam ikatan pertuangan. Hari adalah hari pernikahanku dengan Gabriel.
“I Love You Via…” ucapnya sambil memasukan cincin di jariku.
“I Love You To Gabriel…” ucapku juga memasukan cincin ke jarinya.
Dan saat itu juga aku resmi menikah dengan Gabriel dan hanya satu pintaku pada Allah, jangan pisahkan aku dengan Gabriel, karena aku tak akan setegar batu karang jika aku kembali berpisah dengan orang yang kucintai.

♥THE END♥


coment please.... :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar